Nabi Zakaria, ayahnya Nabi Yahya sedar dan mengetahui bahwa saudara-saudaranya dan keluarga besarnya adalah orang-orang jahat Bani Israil yang tidak segan melanggar hukum agama dan berbuat maksiat, disebabkan iman mereka belum meresap betul didalam hati mereka. Ia khuatir bila ajalnya tiba tanpa seorang waris yang dapat melanjutkan pimpinannya atas kaumnya atas kemungkinan mereka mengadakan perubahan dalam kitab suci Taurat dan menyalah-gunakan hukum agama. Kekhuatiran itu selalu mengganggu fikiran Zakaria disamping rasa sedih hatinya bahawa ia sejak kawin hingga mencapai usia sembilan puluh tahun, Tuhan belum mengurniakannya dengan seorang anak menjadi penggantinya memimpin Bani Isra'il. Ia agak terhibur semasa ia bertugas memelihara Maryam yang dapat dianggap sebagai anak kandungnya sendiri. Akan tetapi keinginanya yang kuat untuk memperolehi keturunan tergugah kembali ketika ia menyaksikan mukjizat hidangan makanan dimihrabnya Maryam. Ia berfikir bahwa tiada sesuatu yang mustahil di dalam kekuasaan Allah. Allah yang telah memberi rezeki kepada Maryam dalam keadaan seorang diri tidak berdaya dan berusaha, Dia pula berkuasa memberinya keturunan bila Dia kehendaki walaupun usianya sudah lanjut.
Pada suatu malam yang sudah larut duduklah Zakaria di mihramnya berbermunajat dan berdoa dengan khusyuk dan keyakinan yang bulat. Dengan suara yang lemah lembut berucaplah ia dalam doanya: "Ya Tuhanku berikanlah aku seorang putera yang akan mewarisiku dan mewarisi sebahagian dari keluarga Ya'qub, yang akan meneruskan pimpinan dan tuntunanku kepada Bani Isra'il. Aku khuatir bahwa sepeninggalanku nanti anggota-anggota keluargaku akan rusak kembali aqidah dan imannya bila aku tinggalkan mati tanpa seorang pemimpin yang akan menggantikan aku. Ya Tuhanku, tulangku telah menjadi lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban sedang isteriku adalah seorang perempuan yang mandul namun kekuasaan-Mu adalah diatas segala kekuasaan dan aku tidak jemu-jemunya berdoa kepadamu memohon rahmat-Mu mengurniai kau seorang putera yang soleh yang engkau redhai."
Allah berfirman memperkenankan permohonan Zakaria: "Hai Zakaria Kami memberi khabar gembira kepadamu, kamu akan memperoleh seorang putera bernama Yahya yang soleh yang membenarkan kitab-kitab Allah menjadi pemimpin yang diikuti bertahan diri dari hawa nafsu dan godaan syaitan serta akan menjadi seorang nabi." Berkata Zakaria: "Ya Tuhanku bagaimana aku akan memperolehi anak sedangkan isteri adalah seorang perempuan yang mandul dan aku sendiri sudah lanjut usianya." Allah menjawab dengan firman-Nya: "Demikian itu adalah suatu hal yang mudah bagi-Ku. Tidakkah aku telah ciptakan engkau padahal engkau di waktu itu belum ada sama sekali?" Berkata Zakaria: "Ya Tuhanku, berilah aku akan suatu tanda bahwa isteriku telah mengandung." Allah berfirman: "Tandanya bagimu bahwa engkau tak dapat berkata dengan manusia selama 3 hari berturut-turut kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah nama-Ku sebanyaknya serta bertasbih diwaktu petang dan pagi hari."
Nabi Yahya bin Zakaria a.s. tidak banyak dikisahkan oleh Al-Quran kecuali bahawa ia diberi ilmu dan hikmah selagi ia masih kanak-kanak dan bahawa ia seorang putera yang berbakti kepada kedua orang tuanya dan bukanlah orang yang sombong durhaka. Ia terkenal cerdik pandai, berfikiran tajam sejak ia berusia muda, sangat tekun beribadah yang dilakukan siang dan malam sehingga berpengaruh kepada kesihatan badannya dan menjadikannya kurus kering, wajahnya pucat dan matanya cekung. Ia dikenal oleh kaumnya sebagai orang alim menguasai soal-soal keagamaan, hafal kitab Taurat, sehingga ia menjadi tempat bertanya tentang hukum-hukum agama. Ia memiliki keberanian dalam mengambil sesuatu keputusan, tidak takut dicerca orang dan tidak pula menghiraukan ancaman pihak penguasa dalam usahanya menegakkan kebenaran dan melawan kebathilan. Ia selalu menganjurkan orang-orang yang telah berdosa agar bertaubat dari dosanya. Dan sebagai tanda taubatnya mereka dimandikan {dibaptis} di sungai Jordan, kebiasaan mana hingga kini berlaku di kalangan orang Kristian dan kerana Nabi Yahya adalah orang pertama yang mengadakan upacara itu, maka ia dijuluki "Yahya Pembaptis".
Dikisahkan bahawa Hirodus Penguasa Palestin pada waktu itu mencintai anak saudaranya sendiri bernama Hirodia, seorang gadis yang cantik, ayu, bertubuh lampai dan ramping dan berhasrat ingin mengahwininya. Sang gadis berserta ibunya dan seluruh anggota keluarga menyentujui rencana perkahwinan itu, namun Nabi Yahya menentangnya dan mengeluarkan fakwa bahawa perkahwinan itu tidak boleh dilaksanakan kerana bertentangan dengan syariat Musa yang mengharamkan seorang mengahwini anak saudaranya sendiri. Berita rencana perkawinan Hirodus dan Hirodia serta fatwa Nabi Yahya yang melarangnya tersiar di seluruh pelosok kota dan menjadi pembicaraan orang di segala tempat di mana orang berkumpul. Herodia si gadis cantik calon isteri itu merasa sedih bercampur marah terhadap Nabi Yahya yang telah mengeluarkan fatwa mengharamkan perkawinannya dengan bapak saudaranya sendiri, fatwa mana telah membawa reaksi dan pendapat dikalangan masyarakat yang luas. Ia khuatir bahwa bapak saudaranya Herodus calon suami dapat terpengaruh oleh fatwa Nabi Yahya itu dan terpaksa membatalkan perkawinan yang sudah dinantikan, bahkan sudah menyiapkan segala sesuatu berupa pakaian maupun peralatan untuk pesta perkawinan yang telah disepakati itu.
Menghadapi fatwa Nabi Yahya dan reaksi masyarakat, Herodia tidak tinggal diam. Ia berusaha dengan bersenjatakan kecantikkan dan parasnya yang ayu itu mempengaruhi bapak saudaranya calon suaminya agar rencana perkahwinan dilaksanakan menurut rencana. Dengan merias diri dan berpakaian yang merangsang, ia pergi mengunjungi bapak saudaranya Herodus yang sedang dilanda mabuk asmara. Bertanya Herodus kepada anak saudaranya calon isterinya yang nampak lebih cantik daripada biasa : "Hai manisku, apakah yang dapat aku berbuat untukmu. Katakanlah aku akan patuhi segala permintaanmu, kedatanganmu kemari pada saat ini tentu didorong oleh sesuatu hajat yang mendesak yang ingin engkau sampaikan kepadaku. Sampaikanlah kepadaku tanpa ragu-ragu hai sayangku, aku sedia melayani segala keperluan dan keinginanmu."
Herodia menjawab: "Bila Tuan Raja berkenan, maka aku hanya mempunyai satu permintaan yang mendorongku datang mengunjungi Tuanku pada saat ini. Permintaanku yang tunggal itu ialah kepala Yahya bin Zakaria orang yang telah mengacau rencana kita dan mencemarkan nama baik Tuan Raja dan namaku sekeluarga di segala tempat dan penjuru. Supaya dia dipenggal kepalanya. Alangkah puasnya hatiku dan besarnya terima kasihku, bila Tuanku berkenan meluluskan permintaanku ini". Herodus yang sudah tergila-gila dan tertawan hatinya oleh kecantikan dan keelokan Herodia tidak berkulik menghadapi permintaan calon isterinya itu dan tidak dapat berbuat selain tunduk kepada kehendaknya dengan mengabaikan suara hati nuraninya dan panggilan akal sihatnya. Demikianlah maka tiada berapa lama dibawalah kepala Yahya bin Zakaria berlumuran darah dan diletakkannya di depan kesayangannya Herodia yang tersenyum tanda gembira dan puas hati bahwa hasratnya membalas dendam terhadap Yahya telah terpenuhi dan rintangan utama yang akan menghalangi rencana perkawinannya telah tersingkirkan, walaupun perbuatannya itu menurunkan laknat Tuhan atas dirinya, diri rajanya dan Bani Isra'il seluruhnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment