Negeri Babylon subur tanahnya, makmur rakyatnya. Tetapi keadaannya di zaman hidupnya Nabi Ibrahim rakyatnya picik dalam pengetahuan, bergelumang dalam dunia kegelapan dan kebodohan. Di negeri yang subur dan rakyat yang makmur tetapi bodoh itu, memerintah seorang Raja yang hanya menjalankan kehendak nafsu dan dirinya sendiri. Itulah dianya Raja Namrud bin Kanan bin Kusy. Di tangannyalah letak segala kekuasaan. Rakyat semakin jauh terperosok ke lembah kegelapan dan kebodohan. Raja itu pulalah yang memerintahkan membuat patong dari batu. Dan telah menjadi kegemaran Raja itu untuk memuja muja patong batu yang terbaik. Kemudian si rakyat banyak diperintahkan sang Raja menyembah nyembah patong dari batu itu. Itulah Tuhan, kata Raja, sedang rakyat hanya diberi kesempatan untuk tunduk saja.
Raja Namrud yang berkuasa itu pada suatu malam bermimpi dalam tidurnya, bahawa ia melihat seorang anak kecil melompat masuk ke dalam kamarnya, lalu merampas mahkota yang sedang dipakainya di atas kepalanya, lalu menghancurkan mahkota itu. Setelah ia terbangun, ia termenung memikirkan mimpinya yang luar biasa itu. Raja Namrud segera memanggil tukang tukang tenungnya menanyakan apa ertinya mimpi yang dilihatnya itu. Tukang tukang tenung itu mengatakan kepadanya, bahawa akan lahir seorang anak, sedang anak itu setelah besar badannya besar pula pengaruhnya. Dan karena besarnya pengaruh anak itu, maka akan hilanglah semua kekuasaan yang ada di tangannya. Akhirnya Namrud akan jatuh dan mahkotanya akan hilang. Karena tabir mimpi menurut apa yang dikatakan tukang-tukang tenung itu, Raja Namrud memutuskan dan memerintahkan untuk membunuh semua anak yang dilahirkan, agar jangan sampai jatuh kekuasaan atau mahkota yang ada di kepalanya.
Di saat itu ibu Ibrahim sedang mengandung, menghamilkan Ibrahim dalam perutnya. Karena takut bayi yang dikandungnya itu setelah lahir akan dibunuh oleh Raja Namrud, maka ibu Ibrahim lari menyembunyikan diri ke suatu gua di luar kota, di mana ia akhirnya melahirkan anaknya seorang laki-laki yang diberi nama Ibrahim. Begitulah menurut ceritanya, Ibrahim sejak dilahirkan sampai dan selama masa kanak-kanak dibesarkan di dalam gua itu, disembunyikan oleh ibunya. Setelah agak besar dan mulai dapat menjalankan fikirannya, di kala ditinggalkan oleh ibunya pergi ke kota mencari makanannya, Ibrahim mencuba melihat ke luar gua dari celah-celah batu yang menutup pintu guanya. Ibrahim tercengang dan kagum melihat luasnya alam di luar guanya yang sempit itu. Luas dan luas sekali alam (bumi) ini dilihatnya, berpinggiran langit yang biru, terdiri dari dataran dan gunung-gunung serta jurang-jurang, penuh dengan tumbuh-tumbuhan dan tanam tanaman. Akhirnya ia bertambah besar dan akalnya bertambah maju. Ia bukan hanya tertarik dan tercengang melihat keindahan dan kehebatan alam luas, bermatahari, berbintang dan bertumbuh tumbuhan, tetapi akhirnya berfikir pula siapa yang menciptakan semuanya itu, siapa yang mengaturkan sedemikian rupa.
Ya, Ibrahim terpaksa mencari dan memikirkan sendiri jawapan dari segala pertanyaan yang muncul di otak atau fikirannya itu. Akhirnya setelah ia agak besar, akalnya yang murni, fitrahnya yang suci, yang tidak dikotorkan dan dipengaruhi oleh siapa dan oleh apa pun, tidak pernah dipengaruhi oleh berbagai-bagai kepercayaan palsu yang dipercayai oleh orang banyak, dengan semata-mata atas kekuatan akal dan fikirannya sendiri yang diberikan Allah kepadanya, ia dapat meyakinkan adanya Tuhan yang menciptakan seluruh alam yang ada. Dan Tuhan itu pasti Maha Besar, Maha Mengetahui segala, dan pasti Maha Esa. Di sinilah letak kehebatan Nabi Ibrahim itu. Sejak masa muda remajanya, tanpa seorang guru atau pengasuh, hanya sematamata dengan akal yang dikurniakan Allah kepadanya saja, ia sudah dapat mempergunakan akal itu sehingga memperoleh ilmu pengetahuan dan keyakinan (kepercayaan) yang tidak dapat dicapai oleh orang lain.
Setelah Ibrahim menjadi remaja, bahaya pembunuhan terhadap anak anak yang baru lahir sudah dilupakan dan tak dijalankan lagi, Ibrahim keluar mencemplungkan dirinya ke dalam masyarakat manusia yang bergelumang dengan kebodohan dan kepercayaan-kepercayaan yang rusak itu. Ia dapati manusia seluruhnya sudah sesat. Mereka melakukan berbagai-bagai kejahatan, menyembah berhala berhala dan patung patung, ada pula yang menyembah bintang, bulan dan matahari. Allah lalu memberikan petunjuk kepada Ibrahim. Dia diangkat Allah menjadi Nabi dan Rasul. Kepadanya dikirimkan wahyu wahyu, sehingga keyakinannya kepada Allah Pencipta, sekarang ini bukan lagi sebagai kesimpulan pendapat dan pemikiran semata, melainkan sebagai iman atau kepercayaan yang tak goyah atau goncang lagi. Allah mengajarkan kepadanya segala sesuatu dan segala rahsia yang ada di balik alam nyata yang di lihat Ibrahim. Diajarkan Allah kepadanya bahawa disebalik alam nyata ini ada alam ghaib yang lebih luas. Setiap manusia yang mati akan dihidupkan kembali dalam kehidupan di alam Akhirat nanti.
Azar, begitulah nama bapa Nabi Ibrahim. Juga seorang yang dengan asyik menyembah batu batu patung, bahkan orang yang membuat patung patung itu dan menjualnya untuk disembah manusia yang membelinya. Ibrahim tahu, bahawa bapanyalah manusia yang paling dekat kepadanya. Sebab itu bapanya sendiri itulah yang harus pertama kali ditunjuki dan dihindarkannya dari kesesatan, diberi nasihat sepanjang apa yang diajarkan Allah kepadanya. Terhadap bapanya itu, Nabi Ibrahim sangat hati hati, sebagai penasihat, tetapi pula sebagai anak, Nabi Ibrahim sekali kali tidaklah menghina atau merendahkan akan apa apa yang disebah bapanya itu. Dengan hormat dan khidmat, budi dan sopan, tutur demi tutur kata yang teratur, Ibrahim mengajak bapanya sendiri untuk percaya kepadanya, untuk sama sama mengenal Allah bersama dia, Tetapi bagaimana juga dicuba oleh Ibrahim untuk menarik hati bapanya, sia sia belaka. Bapanya bukan bertambah insaf dan dekat dengan pendiriannya, malah bertambah sesat dan jauh dari yang dicita citakan Ibrahim sendiri. Akhirnya bapanya mengusirnya
Kegagalan Ibrahim untuk membetulkan bapanya sendiri, dan sanggahan bapanya terhadap seruannya yang berhati hati dan bijaksana itu, tidaklah menjadikan Ibrahim putus asa, sehingga berhenti berusaha. Hatinya yang tetap, jiwanya yang tenang, tetap memberikan keyakinan kepadanya, bahwa kata kata yang tersusun rapi, anjuran anjuran yang suci murni saja, belum tentu dapat membawakan hasil yang baik, bekas yang berguna di atas muka bumi yang didiami manusia ini. Dia bersiap untuk menghadapi bangsa itu dengan kata kata yang lebih sesuai dengan pendengaran orang yang masih begitu pengertian mereka, lebih mudah dimasukkan ke dalam fikiran dan diterima oleh akal. Dan kalau perlu, tidak dengan kata-kata saja, tetapi dengan tindakan yang dapat dilihat dengan mata dan dirasa dengan anggota badan, yang sesuai pula dengan keadaan yang ada.
*****
Keputusan untuk membakar Nabi Ibrahim sudah tetap, dengan api yang bergejolak sebesar besarnya, sesuai dengan gejolakan kemarahan yang ada dalam hati mereka semuanya, Kayu telah dilonggokkan dengan sebanyak-banyaknya, setinggi bukit. Sedang di tengah-tengah kau api yang setinggi bukit itulah Nabi Ibrahim dipaksa berdiri untuk dibakar menjadi abu. Kepercayaan Ibrahim atas perlindungan dan pertolongan Allah kukuh dan kuat sekali. Api mulai berkobar kobar, menyala nyala dengan warnanya yang merah, dengan bunyi Berderak derik, dengan asap yang bergumpal gumpal ke udara. Demikianlah api yang bergejolak itu. Nabi Ibrahim sekarang ini berada di tengah tengah api diselubungi oleh asap yang bergumpal gumpal. Semua kayu sudah menjadi bara yang merah, akhirnya beransur-ansur menjadi abu, sehingga habis sama sekali.
Alangkah terkejutnya si orang banyak, setelah api padam seluruhnya setelah berkobar dalam waktu berpuluh puluh jam lamanya. Nabi Ibrahim keluar dari tumpukan abu dengan selamat. Api itu pun tunduk kepada perintah Tuhannya untuk menjadi dingin. Melihat keadaan itu, orang banyak sama berpaling menghindarkan muka satu sama lain, malu berpandangan wajah. Dengan kejadian itu, yang sebenarnya orang banyak sudah mahu tunduk kepada Ibrahim dan kebenarannya. Tetapi pengaruh Raja dan pemimpin mereka, pengaruh sentimen dan malu muka terhadap Ibrahim, umumnya mereka itu tetap membangkang atas ajakan yang benar itu, hanya sedikit saja yang turut menurutkan arus kebenaran yang menderas itu. Banyak pula yang terus engkar karena mempertahankan penghidupan dan pangkat duniawi, ada pula yang takut mati dan seksaan manusia yang memaksa mereka.
Sejak hari itu, dendam Namrud terhadap Ibrahim menjadi berterang terangan, sehingga Ibrahim dinyatakan sebagai musuh satu satunya yang tak boleh diabaikan. Dia takut kalau kalau Ibrahim mendapat pengikut yang banyak sehingga dapat mengalahkan dia di akhir kelaknya. Semua itu telah diketahui oleh Ibrahim, yang dia akan dinyahkan oleh Raja Namrud dengan cara pengecut. Tidak ada lain jalan bagi Nabi Ibrahim, selain meninggalkan tanah airnya itu dengan diam diam. Ditinggalkannya bangsa dan tanah airnya yang celaka itu, dengan seksa Tuhan yang turun silih berganti tidak henti hentinya. Ibrahim pergi dengan tongkatnya. Meninggalkan kampung halaman dan bangsanya. Mencari orang yang sekiranya mahu mendengarkan kata katanya. Kalau orang yang dicari itu tidak ada di kalangan bangsanya sendiri, dari kalangan bangsa dan negeri lain pun jadi. Hanya untuk sama sama menyembah Allah. Akhirnya sampailah Nabi Ibrahim di Palestin. Mulai saat itu bermulalah tarikh dan sejarah Palestin, sejarah manusia seluruhnya dalam perjuangan menegakkan kebenaran dan kepalsuan, sambung menyambung sampai saat sekarang.
Negeri Syam yang didiami Ibrahim itu, tiba tiba mendapat bahaya penyakit menular, dan penghidupan di situ bertambah lama bertambah sempit dan sulit. Kerananya lbrahim dan isterinya yang bernama Sarah, meninggalkan tanah Syam (Palestin, atau Suria), menuju ke Mesir. Sedang di Mesir ketika itu memerintah seorang Raja dengan kekerasan atau kemahuan diri sendiri saja. Raja Mesir yang gagah perkasa itu tertarik hati setelah memandang wajah Sarah. Ibrahim lalu dipanggilnya ke istana. Ditanya oleh Raja tentang perhubungannya dengan perempuan itui. Ibrahim mengerti akan maksud Raja, dan apa yang terkandung dalam hati Raja itu. Kalau dijawabnya bahawa Sarah itu adalah isterinya, mungkin jawapan yang demikian itu menimbulkan bencana terhadap dirinya atau terhadap isterinya sendiri. Lalu dijawabnyalah dengan jawapan yang tidak sebenarnya dengan mengatakan bahawa perempuan itu adalah saudaranya. Dengan jawapan ini, ternyata kepada Raja yang perempuan itu belum mempunyai suami, lalu Ibrahim dan perempuan itu diperintahkan untuk tinggal dalam istana Raja.
Ibrahim terpaksa dengan tangannya sendiri menyerahkan isterinya kepada Raja yang aniaya itu. Sarah sudah diserahkan kepada Raja dalam istana dengan menyerahkan nasib, dan keadaan selanjutnya hanya kepada Allah semata mata. Tetapi setiap kali Raja masuk, Sarah terperanjat dan bertambah sedih. Berbagai bagai jalan diusahakan oleh Raja itu agar Sarah hilang sedihnya, tetapi semua daya upaya dan usaha Raja itu sia sia belaka. Setelah penat dan letih menjalankan berbagai ikhtiar, akhirnya dengan badan yang lelah, Raja itu lalu tidur di atas tempat tidurnya. Dari tidurnya itu dia bermimpi, di mana dinyatakan dalam mimpinya itu. bahawa Sarah itu yang sebenarnya telah mempunyai suami sendiri, iaitu Ibrahim yang mengaku saudaranya itu. Setelah terbangun dari tidurnya, maka Raja itu menetapkan akan melepaskan Sarah dan menyerahkannya kembali kepada suaminya, iaitu Nabi Ibrahim.
Dengan jalan begitulah Allah melindungi Sarah dari fitnah yang amat besar itu. Lama Ibrahim dan isterinya tinggal di Mesir. Ibrahim dengan segala sifat sifatnya yang terpuji itu, berusaha mencari rezeki untuk hidupnya. Rezeki banyak, sahabat kenalannya pun banyak pula. Karena nikmat Allah yang berlipat-ganda ini, banyaklah manusia asli anak negeri sendiri yang menjadi dengki dan hasad terhadap Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim terpaksa pula meninggalkan negeri Mesir kembali menuju ke Palestin, tempat yang sudah lama ditinggalkannya itu. Sejak mulai saat itu, dijadikannyalah Palestin itu tanah airnya sendiri. Dan kota yang ditempati itu dijadikan tempat suci untuk menyembah Allah. Lama sekali Ibrahim tinggal di Palestin sehingga dari keturunannya inilah boleh di katakan semua Nabi dan Rasul yang datang kemudian. Nabi Ibrahim wafat pada usia 175 tahun.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment