Pahlawan Si Singamangaraja XII

Patuan Bosar Ompu Pulo Batu atau yang lebih dikenal sebagai Raja Si Singamangaraja XII lahir pada tahun 1849 di Bakkara, Tapanuli, yaitu sebuah daerah di tepian Danau Toba. Beliau diangkat menjadi raja pada tahun 1867 menggantikan masa kepemimpinan ayahnya Raja Si Singamangaraja XI yang meninggal dunia akibat penyakit kolera yang dideritanya. Sudah menjadi adat dan kebiasaan suatu daerah, maka sebagaimana leluhurnya sejak jaman Si Singamangaraja II, gelar Raja dan kepemimpinan ini selalu diturunkan dari pendahulunya secara adat turun temurun.



Dalam sejarah perjuangan nasional Indonesia, Raja Si Singamangaraja XII adalah seorang pejuang yang tidak mau berkompromi dengan Belanda. Akibat dari semua itu maka terjadilah pertempuran amat sengit sampai menewaskan hampir seluruh keluarganya melawan penjajah Belanda tersebut. Patuan Bosar Ompu Pulo Batu atau Raja Si Singamangaraja XII bersama dua putra dan satu putrinya serta beberapa panglimanya yang berasal dari Aceh gugur pada saat yang sama yaitu tanggal 17 Juni 1907 di Sionom Hudon.



Raja Si Singamangaraja XII tepatnya gugur di hutan daerah Simsim, Sindias di kaki gunung Sitapongan, kurang lebih 9-10 km dari Pearaja, Sionom Hudon, Tapanuli, Sumatera Utara. (Disebut Sionom Hudon, sesuai dengan keenam marga yang menguasai daerah itu yaitu Tinambunan, Tumanggor, Maharaja, Pinayungan, Turutan, dan Anakampun). Jenazahnya mula mula dimakamkan di Tarutung, kemudian dipindahkan ke Sopo Surung Balige. Perang Batak yang dipimpin Si Singamangaraja XII di Tapanuli, Sumatera Utara yang pecah sejak tahun 1878 itu, akhirnya berakhir sudah.



Sejarah mencatat, ketika gugurnya sang pahlawan ini yang menjadi Gubernur Jenderal yaitu pemangku jabatan Kerajaan Belanda yang tertinggi daerah kolonial di Nusantara adalah Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz, sedangkan Gubernur Militer di Aceh yang mencakup Sumatera Utara adalah Jenderal G.O.E. van Daalen. Dan dibawah pasukan Kapten Christoffel alias �Si Macan Aceh�, seorang berkebangsaan Swiss yang sebelumnya hanya merupakan serdadu bayaran, namun kemudian tahun 1906 menjadi warga negara Belanda, akhirnya sang pahlawan, Raja Si Singamangaraja XII gugur tertembak.



Kapten Christoffel yang melaporkan gugurnya Raja Si Singamangaraja XII di Tanah Batak kepada Gubernur Jenderal J.B.van Heutsz di Bogor ketika itu membawa bukti jarahan berupa Piso Gaja Dompak dan Stempel Kerajaan. Stempel kerajaan dan Piso Gaja Dompak pun secara resmi disampaikan oleh Bataviaaschap Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Lembaga Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan di Batavia) pada rapatnya tanggal 7 Agustus 1907 kepada Museum di Gedung Gajah (Jalan Merdeka Barat sekarang-red). Piso Gaja Dompak waktu itu diberi tanda nomor 13425.



Karena Kegigihan dalam perjuangan beliau melawan Belanda membela tanah airnya, Raja Si Singamangaraja XII pun mendapat gelar kepahlawanan dan sekaligus menjadi salah satu dari banyaknya Pahlawan Nasional kita yang telah berjasa membela tanah airnya sendiri. Perjuangannya bersama seluruh keluarganya menjadi contoh kepada pewaris bangsa ini agar sekali-kali jangan pernah menjual kehormatan diri, keluarga, terutama bangsa dan negara ini. Demikianlah sekelumit kisah patriotik dua sosok ksatria dari tanah Tapanuli yang gagah berani dalam membela tanah airnya dari belenggu kejamnya penjajahan.
Share on :

0 comments:

Post a Comment

 
© Copyright Tokoh Ternama All Rights Reserved.