Ibn Majah adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal hadith. Imam Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi'i al-Qarwini, pengarang kitab As-Sunan dan kitab-kitab bemanfaat lainnya. Kata "Majah" dalam nama beliau adalah dengan huruf "ha" yang dibaca sukun; inilah pendapat yang shahih yang dipakai oleh ayoritas ulama, bukan dengan "ta" (majat) sebagaimana pendapat sementara orang. Kata itu adalah gelar ayah Muhammad, bukan gelar kakeknya, seperti diterangkan penulis Qamus jilid 9, hal. 208. Ibn Katsr dalam Al-Bidayah wan-Nibayah, jilid 11, hal. 52. Imam Ibn Majah dilahirkan di Qaswin pada tahun 209 H, dan wafat pada tanggal 22 Ramadhan 273 H. Jenazahnya dishalatkan oleh saudaranya, Abu Bakar. Sedangkan pemakamannya dilakukan oleh kedua saudaranya, Abu Bakar dan Abdullah serta putranya, Abdullah.
Ia berkembang dan meningkat dewasa sebagai orang yang cinta mempelajari ilmu dan pengetahuan, teristimewa mengenai hadith dan periwayatannya. Untuk mencapai usahanya dalam mencari dan mengumpulkan hadith, ia telah melakukan lawatan dan berkeliling di beberapa negeri. Ia melawat ke Irak, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah, Basrah dan negara-negara serta kota-kota lainnya, untuk menemui dan berguru hadith kepada ulama-ulama hadith. Juga ia belajar kepada murid-murid Malik dan al-Lais, rahimahullah, sehingga ia menjadi salah seorang imam terkemuka pada masanya di dalam bidang ilmu nabawi yang mulia ini.
Ia belajar dan meriwayatkan hadith dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin Numair, Hisyam bin 'Ammar, Muhammad bin Ramh, Ahmad bin al-Azhar, Bisyr bin Adan dan ulama-ulama besar lain.Sedangkan hadithhadithnya diriwayatkan oleh Muhammad bin 'Isa al-Abhari, Abul Hasan al-Qattan, Sulaiman bin Yazid al-Qazwini, Ibn Sibawaih, Ishak bin Muhammad dan ulamaulama lainnya. Abu Ya'la al-Khalili al-Qazwini berkata: "Ibn Majah adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal hadith." Zahabi dalam Tazkiratul Huffaz, melukiskannya sebagai seorang ahli hadith besarm mufasir, pengarang kitab sunan dan tafsir, serta ahli hadith kenamaan negerinya.Ibn Kasir, seorang ahli hadith dan kritikus hadith berkata dalam Bidayah-nya: "Muhammad bin Yazid (Ibn Majah) adalah pengarang kitab sunan yang masyhur. Kitabnya itu merupakan bukti atas amal dan ilmunya, keluasan pengetahuan dan pandangannya, serta kredibilitas dan loyalitasnya kepada hadith dan usul dan furu'."
Imam Ibn Majah mempunyai banyak karya tulis, di antaranya: � Kitab As- Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (Enam Kitab Hadith yang Pokok).� Kitab Tafsir Al-Qur'an, sebuah kitab tafsir yang besar manfatnya seperti diterangkan Ibn Kasir.� Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibn Majah. Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Ibn Majah terbesar yang masih beredar hingga sekarang. Dengan kitab inilah, nama Ibn Majah menjadi terkenal. Ia menyusun sunan ini menjadi beberapa kitab dan beberapa bab. Sunan ini terdiri dari 32 kitab, 1.500 bab. Sedan jumlah hadithnya sebanyak 4.000 buah hadith.Kitab sunan ini disusun menurut sistematika fiqh, yang dikerjakan secara baik dan indah. Ibn Majah memulai sunan-nya ini dengan sebuah bab tentang mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Dalam bab ini ia menguraikan hadith-hadith yang menunjukkan kekuatan sunnah, kewajiban mengikuti dan mengamalkannya.
Sebahagian ulama tidak memasukkan Sunan Ibn Majah ke dalam kelompok "Kitab Hadith Pokok" mengingat darjat Sunan ini lebih rendah dari kitab-kitab hadith yang lima. Sebahagian ulama yang lain menetapkan, bahawa kitab-kitab hadith yang pokok ada enam kitab (Al-Kutubus Sittah/Enam Kitab Hadith Pokok), yaitu: � Shahih Bukhari, karya Imam Bukhari.� Shahih Muslim, karya Imam Muslim.� Sunan Abu Dawud, karya Imam Abu Dawud.� Sunan Nasa'i, karya Imam Nasa'i.� Sunan Tirmidzi, karya Imam Tirmidzi.� Sunan Ibn Majah, karya Imam Ibn Majah. Ulama pertama yang memandang Sunan Ibn Majah sebagai kitab keenam adalah al-Hafiz Abul-Fardl Muhammad bin Tahir al-Maqdisi (wafat pada 507 H) dalam kitabnya Atraful Kutubus Sittah dan dalam risalahnya Syurutul 'A'immatis Sittah. Pendapat itu kemudian diikuti oleh al-Hafiz 'Abdul Gani bin al- Wahid al-Maqdisi (wafat 600 H) dalam kitabnya Al-Ikmal fi Asma' ar-Rijal. Selanjutnya pendapat mereka ini diikuti pula oleh sebahagian besar ulama yang kemudian. Mereka mendahulukan Sunan Ibn Majah dan memandangnya sebagai kitab keenam, tetapi tidak mengkategorikan kitab Al-Muwatta' karya Imam Malik sebagai kitab keenam, padahal kitab ini lebih shahih daripada Sunan Ibn Majah, hal ini mengingat bahawa Sunan Ibn Majah banyak zawa'idnya (tambahannya) atas Kutubul Khamsah. Berbeda dengan Al-Muwatta', yang hadith-hadith itu kecuali sedikit sekali, hampir seluruhnya telah termuat dalam Kutubul Khamsah. Di antara para ulama ada yang menjadikan Al-Muwatta' susunan Imam Malik ini sebagai salah satu Usul us-Sittah (Enam Kitab Pokok), bukan Sunan Ibn Majah. Ulama pertama yang berpendapat demikian adalah Abul Hasan Ahmad bin Razin al-Abdari as-Sarqisti (wafat sekitar tahun 535 H) dalam kitabnya At-Tajrid fil Jam'i Bainas-Sihah. Pendapat ini diikuti oleh Abus Sa'adat Majduddin Ibnul Asir al-Jazairi asy-Syafi'i (wafat 606 H). Demikian pula az-Zabidi asy-Syafi'i (wafat 944 H) dalam kitabnya Taysirul Wusul.
Sunan Ibn Majah memuat hadith-hadith shahih, hasan, dan da'if (lemah), bahkan hadith-hadith munkar dan maudhu� meskipun dalam jumlah sedikit. Martabat Sunan Ibn Majah ini berada di bawah martabat Kutubul Khamsah (Lima Kitab Pokok). Hal ini kerana kitab sunan ini yang paling banyaknya hadith-hadith da'if di dalamnya. Oleh kerana itu tidak sayugianya kita menjadikan hadith-hadith yang dinilai lemah atau palsu dalam Sunan Ibn Majah ini sebagai dalil. Kecuali setelah mengkaji dan meneliti terlebih dahulu mengenai keadaan hadith-hadith tersebut. Bila ternyata hadith dimaksud itu shahih atau hasan, maka ia boleh dijadikan pegangan. Jika tidak demikian adanya, maka hadith tersebut tidak boleh dijadikan dalil. Ibn Majah telah meriwayatkan beberapa buah hadith dengan sanad tinggi (sedikit sanadnya), sehingga antara dia dengan Nabi SAW hanya terdapat tiga perawi. Hadith semacam inilah yang dikenal dengan sebutan Sulasiyyat. Sumber: Kitab Hadith Shahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment