Negara Mesir sejak masa lampau sudah memiliki budaya yang tinggi. Begitu pula pada saat sekarang ini, Mesir masih memegang peranan penting dalam kancah budaya, sosial dan politik di kawasan Timur Tengah. Ini tak terlepas dari jasa seseorang yang bernama Muhammad Ali Pasya, pelopor pembaruan dan Bapak Pembangunan Mesir modern. Sejatinya, Muhammad Ali bukanlah orang Mesir asli. Dia berasal dari dusun Kavala-Albania dan lahir sekitar tahun 1765. Orang tuanya hanyalah pedagang rokok eceran dan hidup kurang mampu. Kondisi tersebut mendorong Muhammad Ali bekerja keras sejak masih kecil. Kesibukannya bekerja pada akhirnya tidak memberinya kesempatan untuk mengenyam dunia pendidikan. Akibatnya, dia pun menjadi tidak pandai membaca dan menulis.
Menginjak dewasa, Muhammad Ali bekerja sebagai pemungut pajak. Di sini dia mulai memperlihatkan kecakapannya sehingga tiap tugas yang dibebankan, terlaksana dengan baik. Tak cuma itu, nasib baiknya berlanjut tatkala Gubernur Utsmani mengambilnya sebagai menantu. Kemudian dia masuk ke kemiliteran. Muhammad Ali menjadi ahli strategi andal, kariernya pun terus menanjak. Dan saat memangku jabatan selaku salah satu komandan pasukan Ottoman, tahun 1798 Muhammad Ali dikirim ke Mesir (saat itu adalah salah satu provinsi Ottoman) untuk membantu Inggris memerangi tentara Prancis pimpinan Napoleon Bonaparte. Dalam pertempuran tersebut, dia kembali menunjukkan kecakapan serta keberanian sampai selanjutnya diangkat sebagai kolonel.
Setelah tentara Prancis meninggalkan Mesir tahun 1801, terjadi kekosongan politik di negara tersebut. Oleh Muhammad Ali, hal tersebut dinilainya sebagai satu kesempatan untuk mengambil alih kekuasaan. Situasi vakum ini memunculkan tiga kekuatan yang bertujuan ingin merebut kekuasaan pula. Yakni Khursyid Pasya dari Istambul-Turki, kaum Mamluk yang menginginkan kembali kekuasaannya yang lepas setelah kedatangan Prancis, serta Muhammad Ali sendiri. Awalnya, Muhammad Ali belum terang-terangan menunjukkan niatnya itu. Dirinya menyadari, agar bisa mewujudkan harapan, maka pertama kali yang perlu dilakukan adalah mendapatkan dukungan rakyat. Maka dia pun lantas mengambil sikap mengadu domba dua kekuatan lain.
Lama kelamaan, simpati dari rakyat Mesir yang sudah benci terhadap kaum Mamluk diperolehnya. Sedangkan pada kesempatan sama, tentara Turki di bawah pimpinan Khursyid Pasya ternyata sebagian besar berasal dari Albania. Ini membuat simpati rakyat kepada Turki berkurang. Dengan kelemahan yang ada pada dua pesaingnya itu, Muhammad Ali mempunyai kedudukan lebih kuat guna merebut kekuasaan. Barulah setelah dinilainya situasi politik kian mendukungnya, segera saja dia menghancurkan kekuasaan Mamluk dan Khursyid Pasha. Serta merta, pasukan sultan Turki dipaksa kembali ke Istambul. Seperti disebutkan dalam buku Ensiklopedi Islam, maka tahun 1805, Istambul mengangkatnya sebagai Pasya (gubernur) Mesir. Pemerintahannya berjalan dengan keras.
Di awal kekuasaan, pengaruh kaum Mamluk di Mesir belum sepenuhnya pudar. Oleh katena itu, Muhammad Ali berupaya menyingkirkan terlebih dulu pihak-pihak penentang kekuasaannya. Tahun 1811, kaum Mamluk dapat ditaklukkan. Setelah semua ancaman dieliminir, mulailah berbagai pembaruan dikerjakan. Salah satu bidang yang menjadi fokus pembaruannya adalah militer. Menurut pendapatnya, melalui kekuatan militer akan dapat mengamankan kekuasaan serta upaya pembangunan. Disadari, mengembangkan kekuatan militer hanya bisa dicapai dengan penguasaan pengetahuan modern. Terkait masalah tersebut, tahun 1819 dia mengutus seorang kolonel Prancis bernama Save --yang kemudian beralih ke agama Islam dengan nama Sulaiman Pasya-- guna memodernisasi angkatan bersenjata Mesir.
Dibangunlah sekolah militer di Kairo serta Akademi Industri Bahari juga Sekolah Perwira Angkatan Laut di Alesandria. Selain itu, ratusan perwira Mesir dikirimnya ke Eropa untuk menimba ilmu kemiliteran. Pembaruan pada bidang perekonomian juga menjadi perhatian serius. Beragam kegiatan dilaksanakan untuk memacu pertumbuhan ekonomi negara serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sejumlah irigasi dibangun, impor kapas dari India dan Sudan, dan juga mendatangkan tenaga ahli pertanian dari Eropa. Modernisasi bidang angkutan umum dan industri menjadi fokus utama awal pemerintahan Muhammad Ali. Pendidikan serta ilmu pengetahuan adalah pula unsur penting gerakan pembaruan Muhammad Ali di Mesir.
Demi tujuan itu, dibentuklah kementerian pendidikan dan sejumlah lembaga pendidikan. Antara lain Sekolah Teknik (1816), Sekolah Kedokteran (1827), Sekolah Apoteker (1829), Sekolah Pertambangan (1834), dan Sekolah Penerjemahan (1836). Sekolah-sekolah tersebut telah menerapkan sistem pengajaran modern yang antara lain diadopsi dari Eropa. Demikian pula tenaga pengajarnya, selain dari Mesir sendiri, juga guru dari Eropa didatangkan. Antara tahun 1813-1849, sejumlah pelajar Mesir dikirim ke Italia, Prancis, Inggris, dan Austria. Untuk mendukung percepatan pembangunan dan pembaruan Mesir, penerjemahan buku buku berbahasa asing --terutama dari Eropa-- terus dilakukan, seperti ilmu fisika, sastra, kedokteran dan lain-lain. Hasilnya pun cukup menggembirakan dan membawa pengaruh besar bagi rakyat Mesir. Mereka lebih mengenal dunia luar serta mengetahui perkembangan dunia Islam pada umumnya.
Apa yang telah dilaksanakan Muhammad Ali Pasya ketika memimpin Mesir, telah mampu mewujudkan Mesir menjadi sebuah negara modern. Hingga kini, Mesir masih dipandang sebagai pusat ilmu pengetahuan di kawasan Timur Tengah. Keberadaan universitas terkenal Al-Azhar makin memperkokoh kedudukan Mesir dalam bidang ilmu pengetahuan Islam. Ribuan mahasiswa dari berbagai negara di dunia, setiap tahunnya menimba ilmu di sini. Semua itu salah satunya adalah berkat jasa-jasa Muhammad Ali Pasya, yang lantas dijuluki Bapak Pembangunan Mesir Modern. [republika]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment