Jenderal Gatot Subroto Lahir di Banyumas tahun 1907. Pendidikan ELS dan HIS di Cerebon. Setelah  menyelesaikan pendidikan militernya, ia bertugas  selama 5 tahun di  Padang Panjang, dengan pangkat Sersan kelas II. 
Selanjutnya iai dikirim ke Sukabumi untuk mengikuti pendidikan masose  kesatuan militer dengan tugas-tugas khusus. Selesai pendidikan, ia  ditempatkan di Bekasi dan Cikarang (daerah yang kala itu sering dilanda  kerusuhan yang bersumber pada tindakan-tindakan para lintah darat).  Dengan caranya sendiri ia berusaha membantu keluarga orang-orang yang  terpaksa ditangkap dan dihukum dengan memberikan kegiatan dan gajinya  untuk modal berdagang kecil-kecilan. Akibat dari tindakannya, ia  mendapatkan terguran dari atasannya.
Ketika masa Pemerintahan Jepang, ia mendaftarkan diri dan masuk PETA di  Bogor. Setelah menjalani pendidikan ia diangkat menjadi Komandan Kompi  di Banyumas.
Tahun 1944, Kompi Gatot Subroto mengadakan latihan penjagaan pantai. Ia  melihat bahwa anak buahnya sudah sangat letih. Ia meminta agar pelatih  menghentikan latihan, namun tidak digubris. Ia marah dan melepaskan  pedang dan atributnya sambil meninggalkan tempat latihan. "Buat apa saya  jadi Komandan Kompi!" Kemudian pelatih meluluskan permintaannya dan  meminta maaf serta menyerahkan pedang dan atributnya kembali.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, di Banyumas Gatoto Subroto berhasil  mengambil alih kekuasaan kepolisian dan delanjutnya diangkat menjadi  Kepala Kepolisian Karesidenan Banyumas.
Bersama dengan BKR ia aktif berunding dengan komandan militer Jepang  dalam usaha memperoleh senjata. Setelah Pemerintah membentuk TKR di  Banyumas, dibentuklah Divisi Vdengan Kol.Sudirman sebagai komandan dan  Gatot Subroto menjadi Kepala Siasat. Gatot Subroto ikut mendampingi  Sudirman dalam pertempuran Ambarawa. Karena prestasinya, akhirnya Gatot  Subroto diangkat sebagai Komndan Devisi dengan pangkat Kolonel.
Setelah pengakuan kedaulatan, ia diserahi sebagai Panglima Tentara dan  Teritorium Jawa Tengah di Semarang. Dalam kedudukan ini, ia melancarkan  operasi militer untuk memulihkan keamanan yang diganggu pemberontakan  DII/TII.
Tahun 1952, ia dipindahkan ke Makasar sebagai Panglima Tentara dan  Teritorium VII Wirabuana. Di sini ia terlibat dalam tugas-tugas menumpas  pemberontakan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) pimpinan Kahar  Muzakar. Selain melaksanakan tugas tempur, Gatot Subroto pun menghimbau  agar para pemberontak kembali ke dalam TNI. Hasilnya cukup  menggembirakan banyak pemberontak yang sadar.
Tanggal 17 Oktober 1952, terjadi demonstrasi di depan istana. Pimpinan  AD diminta kepada Presiden Soekarno agar parlemen dibubarkan. Namun  tuntutan tersebut ditolak. Gatot Subroto dituduh terlibat dalam  peristiwa tersebut. Kejadian itu sangat mengecewakannya sehingga ia  mengundurkan diri dari dinas militer. 
Tahun 1956, Pemerintah memanggilnya kembali untuk menduduki jabatan  Kepala Staff AD. Dalam tugas tersebut kemudian ikut menangani  pemberontakan PRRI/Permesta yang melanda daerah Sumatra dan Sulawesi  Utara.
Perhatian terhadap pendidikan militer cukup besar. Ia melahirkan gagasan  untuk mendirikan sebuah akademi militer gabungan yang kelak terwujud  dalam bentu Akademi Militer Bersenjata Indonesia (AKABRI). Meski ia  sendiri tidak sempat menyaksikannya.
Ia mencapai pangkat terakhir Let Jen dan meninggal dunia 11 Juni 1962.  Karena jasa-jasanya untuk negri ini, Pemerintah memberikan Gelas  Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Jika pangkat terakhir dari Gatot Subroto Let Jen, berarti Jendral yang  disandangnya merupakan Jendral Penghargaan. Sungguh sangat layak bukan  mengingat perannya dalam mendirikan dan menjaga negri ini! Barangkali  hanya dialah yang pernah menjabat di AD dan Kepolisian dan dia juga  orang yang pernah menyandang pangkat dari Sersan hingga Jenderal!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)

0 comments:
Post a Comment