Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menanyainya: "Hai Abul Munzir! Ayat manakah dari Kitabullah yang teragung?" Orang itu menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu!" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengulangi pertanyaannya: "Abul Munzir! Ayat manakah dari Kitabullah yang teragung?" Maka jawabnya: "Allah tiada Tuhan melainkan la, Yang Maha Hidup lagi Maha Pengatur " (Q�S. 2 al-Baqarah:255) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam-pun menepuk dadanya, dan dengan rasa bangga yang tercermin pada wajahnya, katanya: "Hai Abul Munzir! Selamat bagi anda atas ilmu yang anda capai!"
Abul Munzir yang mendapat ucapan selamat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang mulia atas ilmu dan pengertian yang dikaruniakan Allah kepadanya itu, tiada lain adalah Ubai bin Ka'ab, seorang shahabat yang mulia.. Ia adalah seorang warga Anshar dari suku Khazraj, dan ikut mengambil bagian dalam perjanjian 'Aqabah, perang Badar dan peperangan-peperangan penting lainnya. Ia mencapai kedudukan tinggi dan derajat mulia di kalangan Muslimin angkatan pertama, hingga Amirul Mu'minin Umar radhiyallahu 'anhu sendiri pernah mengatakan tentang dirinya: "Ubai adalah pemimpin Kaum Muslimin!"
Ubai bin Ka'ab merupakan salah seorang perintis dari penulis wahyu dan penulis surat. Begitupun dalam menghafal al-Qur"anul Karim, membaca dan memahami ayat-ayatnya, ia termasuk golongan terkemuka. Pada suatu hari Rasulullah SAW mengatakan kepadanya: "Hai Ubai bin Ka'ab! Saya dititahkan untuk menyampaikan al-Quran padamu". Ubai maklum bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanya menerima perintah-perintah itu dari wahyu Maka dengan harap-harap cemas ia menanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Wahai Rasulullah, ibu-bapakku menjadi tebusan anda! Apakah kepada anda disebut namaku?" Ujar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Benar! Namamu dan turunanmu di tingkat tertinggi. !
Seorang Muslim yang mencapai kedudukan seperti ini di hati Nabi SAW pastilah ia seorang Muslim yang Agung. Selama tahun-tahun pershahabatan, yaitu ketika Ubai bin Ka'ab selalu berdekatan dengan Nabi SAW tak putus-putusnya ia mereguk dari telaganya yang dalam itu airnya yang manis. Dan setelah berpulangnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Ubai bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu menepati janjinya dengan tekun dan setia, baik dalam beribadat, dalam keteguhan beragama dan keluhuran budi.. Di samping itu tiada henti-hentinya ia menjadi pengawas bagi kaumnya. Diingatkannya mereka akan masa-masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masih hidup, diperingatkan keteguhan iman mereka, sifat zuhud, perangai dan budi pekerti mereka.
Di antara ucapannya yang mengagumkan yang selalu didengungkannya kepada shahabat-shahabatnya ialah: "Selagi kita bersama Rasulullah SAW tujuan kita satu. Tetapi setelah ditinggalkan beliau tujuan kita bermacam macam, ada yang ke kiri dan ada yang ke kanan! Ia selalu berpegang kepada taqwa dan menetapi zuhud terhadap dunia, hingga tak dapat terpengaruh dan terpedaya. Karena ia selalu menilik hakikat sesuatu pada akhir kesudahannya. Sebagaimana juga corak hidup manusia, betapapun ia berenang dengan lautan kesenangan dan kancah kemewahan, tetapi pasti ia menemui maut di mana segalanya akan berubah menjadi debu, sedang di hadapannya tiada yang terlihat kecuali hasil perbuatannya yang balk atau yang buruk..
Mengenai dunia, Ubai melukiskannya sebagai berikut: "Sesungguhnya makanan manusia itu sendiri, dapat diambil sebagai perumpamaan bagi dunia: biar dikatakannya enak atau tidak tetapi yang penting menjadi apa nantinya?" Bila Ubai berbicara di hadapan khalayak ramai, maka semua leher akan terulur dan telinga sama terpasang disebabkan sama terpukau dan terpikat, sebab apabila ia berbicara mengenai Agama Allah tiada seorang pun yang ditakutinya. Tatkala wilayah Islam telah meluas dan dilihatnya sebagian Kaum Muslimin mulai menyeleweng dengan menjilat pada pembesar mereka, ia tampil dan melepas kata-katanya yang tajam: "Celaka mereka, demi Tuhan! Mereka celaka dan mencelakakan ! Tetapi saya tidak menyesal melihat nasib mereka, Hanya saya sayangkan ialah Kaum Muslimin yang celaka disebabkan mereka. !"
Karena keshalehan dan ketaqwaannya, Ubai selalu menangis setiap teringat akan Allah dan hari yang akhir. Ayat-ayat al-Quranul Karim baik yang dibaca atau yang didengarnya semua menggetarkan hati dan seluruh persendiannya. Tetapi suatu ayat di antara ayat-ayat yang mulia itu, jika dibaca atau terdengar olehnya akan menyebabkannya diliputi oleh rasa duka yang tak dapat dilukiskan. Ayat itu ialah: " Katakanlah: la ( Allah ) Kuasa akan mengirim siksa pada kalian, baik dari atas atau dari bawah kaki kalian, atau membaurkan kalian dalan satu golongan berpecah-pecah, dan ditimpakan-Nya kepada kalian perbuatan kawannya sendiri " (Q�S. 6 al-An'am: 65)
Yang paling dicemaskan oleh Ubai terhadap ummat Islam ialah datangnya suatu generasi ummat bercakar-cakaran sesama mereka. Ia selalu memohon keselamatan kepada Allah.dan berkat karunia serta rahmat-Nya, hal itu diperolehnya dan ditemuinya Tuhannya dalam keadaan beriman, aman tenteram dan beroleh pahala.. Hadis riwayat Anas bin Malik ra. berkata: Pada masa Rasulullah saw. Al-Quran telah dikumpulkan oleh empat orang yang semuanya berasal dari kaum Ansar yaitu, Muaz bin Jabal ra., Ubai bin Kaab ra., Zaid bin Tsabit ra. dan Abu Zaid ra.. (Shahih Muslim No.4507)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment