Gaius Octavius yang bergelar Kaisar Augustus atau Kaisar Agustus (bahasa Latin: Imperator Caesar Divi Filivs Avgvtvs), adalah Kaisar Romawi pertama dan salah satu yang paling berpengaruh. Dia lahir 23 September 63 SM dan lebih kesohor dengan julukan Octavian, tidak bersedia menerima gelar Agustus sampai umurnya tiga puluh lima tahun. Dia cucu kemanakan Yulius Caesar yang merupakan tokoh politik Romawi di masa muda Octavian. Karena Yulius Caesar sendiri tak punya anak, amatlah sayangnya ia kepada Octavian dan mendidiknya menjadi seorang politikus. Tetapi, tatkala Caesar terbunuh tahun 44 SM, Octavian baru seorang pelajar berumur delapan belas tahun. Ia mengakhiri perang saudara berkepanjangan dan menciptakan kedamaian, kesejahteraan, dan kemegahan di Kekaisaran Romawi, yang dikenal dengan sebutan Pax Romana atau kedamaian Romawi
Kematian Caesar menimbulkan pergulatan sengit dan lama diantara pemuka politik dan militer untuk menduduki kursi kekuasaan. Octavian terlibat dalam pergulatan ini. Pada mulanya, lawan-lawannya yang punya pengalaman dan berumur lebih tua, menganggap enteng Octavian, dianggapnya tak lebih dari anak ingusan, bukanlah saingan yang perlu diperhitungkan. Sedangkan Octavian karena merasa seakan anak Caesar, ingin mengambil keuntungan dari situasi ini. Dengan kecermatan yang ada padanya ia berusaha merebut kemenangan politik dengan mencari dukungan pasukan-pasukan Caesar dan menunjuk Mark Anthony sebagai pendukung utamanya karena Mark Anthony merupakan sahabat terdekat Caesar. Serentetan pertempuran pada tahun-tahun berikutnya dapat melenyapkan lawan-lawan politiknya dalam rangka merebut jenjang kekuasaan.
Pada tahun 36 SM Roma dan banyak lagi daerah-daerah lain yang sudah ditaklukkan dibagi dua oleh Mark Anthony dan Octavian. Mark Anthony menguasai negeri bagian timur dan Octavian bagian barat. Ada beberapa tahun hubungan antara keduanya kurang akrab karena soal perempuan. Mark Anthony malas-malasan masuk kantor karena dia mabuk kepayang dengan Cleopatra. Sebaliknya, Octavian dengan tekunnya mengurus pemerintahan dan memperkuat kedudukannya. Dibanding orang yang lagi slebor cinta, dengan sendirinya orang yang bebas dari gitu-gituan mampu bikin rupa-rupa prestasi. Pikiran lebih terpusat, tidak semrawut seperti benang kusut. Karena beda kondisi mereka berdua terlampau berkepanjangan, tak bisa tidak ujung-ujungnya senjata ikut bicara.
Perang pecah antara Mark Anthony dan Octavian pada tahun 32 SM. Kemelut akhirnya terselesaikan lewat perang laut yang menentukan di Actium tahun 31 SM yang sudah barang tentu dimenangkan oleh Octavian secara mutlak. Risau, kecewa, putus asa, hilang akal, cinta buta yang sinting mendorong Mark Anthony dan Cleopotra berkeputusan bunuh diri berbarengan. Sepasang merpati yang senewen itu sama-sama jadi cacing tanah. Kini Octavian menggenggam kekuasaan yang setara dengan apa yang pernah dialami Yulius Caesar lima belas tahun sebelumnya. Caesar dibunuh karena ketahuan mau menghapus pemerintahan Republik Romawi dan menggantinya dengan sistem kerajaan. Tetapi, di tahun 30 SM, sesudah bertahun bergelimang perang saudara dan pemerintah sistem republik nyata-nyata tak membawa faedah, umumnya orang Romawi tak keberatan menerima sistem pemerintahan despot yang bijak dan tak terlampau keras serta asal secara formalitas sistem republik tetap berjalan.
Octavian, meski menunjukkan sikap beringas dalam tahap pergulatan mencapai puncak, anehnya menjadi lembut dan menampakkan gaya kebapakan begitu berada di atas tahta kekuasaan. Di tahun 27 SM, untuk memikat perhatian senat, dia bikin pengumuman ingin membangun kembali sistem republik dan menyatakan kesediaan mundur dari semua jabatan yang dipegangnya. Tetapi nyatanya dia tetap bertahan pada kedudukannya selaku penguasa propinsi Spanyol, Gaul, Suriah. Berhubung mayoritas kekuatan angkatan bersenjata berada di ketiga propinsi itu, kekuatan dan kekuasaan yang sesungguhnya masih tetap berada di tangannya. Senat dalam pemungutan suara menetapkannya bergelar Augustus, tetapi dia tak pernah menganggap dirinya seorang raja.
Teoritis, Romawi tetap berbentuk republik dan Augustus tak lebih dari seorang princeps (warga utama). Kenyataan yang sesungguhnya menunjukkan, senat yang jinak dan murah hati siap sedia mempersembahkan jabatan apa saja yang dipilih Augustus dan dalam sisa hidupnya dia merupakan seorang diktator efektif dalam arti makna yang sebenar-benarnya. Tatkala dia wafat di tahun 14 SM, Romawi sudah sepenuhnya melampaui masa transisi dari bentuk republik ke bentuk kerajaan dan anak pungut Augustus menggantikannya tanpa mengalami kesulitan samasekali. Augustus boleh dibilang satu contoh seorang despot yang berkemampuan dan murah hati dalam sejarah. Dia betul-betul seorang negarawan, pendekatannya yang bijak berhasil menutup celah-celah perpecahan yang ditimbulkan oleh perang saudara. Augustus memerintah Romawi selama 40 tahun dan tindak-tanduk serta garis politiknya jadi anutan kekaisaran pada masa-masa sesudah dia tiada. Di bawah Augustus pasukan Romawi melakukan penaklukan mutlak atas Spanyol, Swiss, Galatia di Asia Kecil dan di sebagian besar daerah Balkan. Pada saat akhir pemerintahannya, perbatasan sebelah utara wilayah kekuasaannya tidak banyak berbeda dengan garis sungai Rhine Danube yang menjadi batas belahan utara di abad-abad sesudahnya.
Augustus betul-betul seorang administator luar biasa dan berkemampuan tak terbandingkan dalam hal mengatur urusan pemerintahan sipil dan pelayanan masyarakat. Dia merombak sistem perpajakan dan sistem keuangan negara Romawi, menata kembali angkatan bersenjata dan membangun angkatan laut permanen. Dia juga membangun pasukan pengawal pribadi, meletakkan dasar komandan pengawal kaisar yang di abad-abad mendatang memegang peranan penting dalam hal memilih dan memberhentikan kaisar-kaisar. Di bawah pemerintahan Augustus, dibangun jaringan jalan raya yang luas di segenap wilayah kekuasaan Romawi, membangun perumahan rakyat yang indah, begitu pula kota-kota baru yang megah. Kuil-kuil didirikan dan Augustus mendorong ketaatan kepada Agama Romawi. Diaturnya peraturan tentang perkawinan, dan mengatur cara-cara pendidikan dan mengasuh anak-anak. Sejak tahun 30 SM keadaan dalam negeri Romawi aman tenteram di bawah Augustus. Sumber-sumber alam memberikan kemakmuran besar untuk rakyat. Akibat sampingan dari semua ini, seni budaya pun berkembang dengan pesatnya sehingga masa pemerintahan Augustus merupakan jaman emas bagi kesusastraan. Penyair terbesar Romawi, Virgil, hidup dalam masa ini, begitu pula pengarang-pengarang terbesar termasuk Horacc dan Livy. Sedangkan budayawan Ovid yang menimbulkan rasa tidak senang Augustus, diusir dari Romawi.
Augustus menikah dengan Livia Drusilla dan langgeng hingga lebih dari 51 tahun. Ia tidak punya anak laki-laki, sedangkan kemanakan dan dua cucunya meninggal sebelum dia sendiri menutup mata pada 19 Agustus 14. Itu sebabnya Augustus memungut anak tirinya, Tiberius, dan menetapkannya jadi penggantinya. Tetapi, dinastinya (yang kemudian termasuk juga penguasa-penguasa yang tidak populer seperti Caligula dan Nero) segera menjadi merosot dan layu, walaupun perdamaian dan keamanan dalam negeri yang dasar-dasarnya diletakkan oleh Augustus (yang disebut Pax Romana) masih bisa bertahan sekitar 200 tahun. Di masa perpanjangan kondisi yang aman dan makmur ini, kebudayaan Romawi meresap dengan dalamnya di wilayah taklukan dan binaan Augustus dan pemimpin-pemimpin Romawi lainnya.
Kekaisaran Romawi terkenal dengan keantikannya, dan memang kenyataannya begitu. Romawi merupakan bukan saja titik puncak kebudayaan purba tetapi sekaligus merupakan penyalur utama gagasan dan hasil besar kultural bangsa-bangsa beradab seperti Mesir, Babylon, Yahudi, Yunani dan lainnya ke Eropa Barat. Adalah menarik membandingkan Augustus dengan pamannya, Yulius Caesar. Lepas dari kerupawanan Agustus, kecerdasan, kekuatan watak dan sukses-sukses militer, dia tidak mampu menandingi karisma yang melekat pada diri pendahulunya. Yulius Caesar punya daya pukau orang-orang sejamannya lebih besar dari apa yang dimiliki Augustus dan dia tetap masyhur hingga kini. Tetapi pengaruh terhadap sejarah, Augustus masih punya kelebihan.
Dan juga adalah menarik membandingkan Augustus dengan Alexander Yang Agung. Keduanya memulai kariernya sejak usia muda belia, walau Augustus harus mengatasi hambatan-hambatan dengan lebih keras dan getir dalam perjalanan mencapai puncak kemampuan militernya tidaklah lebih luar biasa ketimbang Alexander Yang Agung, tetapi benar-benar mengesankan dan penaklukan-penaklukannya lebih menggemparkan. Kenyataan ini merupakan faktor yang membedakan antara Augustus dan Alexander Yang Agung. Augustus dengan penuh kecermatan membangun masa depan, dan sebagian hasil pengaruhnya yang berjangka lama dalam sejarah kemanusiaan lebih luas. Augustus bisa juga dibandingkan dengan Mao Tse Tung atau George Washington. Ketiga-tiganya memainkan peranan besar dan hampir berkemiripan dalam sejarah. Tetapi diukur dari lamanya masa kekuasaan Augustus, sukses-sukses politiknya dan arti penting kekuasaan Romawi dalam sejarah, saya yakin Augustus layak ditempatkan pada daftar urutan lebih tinggi dari kedua tokoh lainnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment