10 MOST LIKED

Imam Husein bin Ali ra

Imam Husein bin Ali a.s.yang bergelar Sayyidu Syuhada�, As-Syahid bi Karbala dan julukannya Julukan Aba Abdillah adalah putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra binti Muhammad SAW. Beliau merupakan cucu Rasulullah yang lahir di Madinah, Kamis 3 Sya�ban 3 H dan wafat pada hari Jum�at 10 Muharram 61 H dalam usia 58 tahun dibantai di Padang karbala dan di makamkan di Padang Karbala. Imam Husein memiliki anak : 6 orang; 4 Laki-laki dan 2 Perempuan. Anak laki-laki : Ali Al-Akbar, Ali Al-Autsat, Ali Al-Asghor dan Ja�far. Anak Perempuan : Sakinah dan Fatimah Sabda Rasulullah saw: �Wahai putraku Al-Husein, dagingmu adalah dagingku, dan darahmu adalah darahku, engkau adalah seorang pemimpin; putra seorang pemimpin; dan saudara dari seorang pemimpin; engkau adalah seorang pemimpin spiritual, putra seorang pemimpin spiritual dan saudara dari pemimpin spiritual. Engkau adalah Imam yang berasal dari Rasul; putra imam yang berasal dari Rasul; dan saudara dari Imam yang berasal dari Rasul; engkau adalah ayah dari sembilan Imam, yang ke sembilan adalah Al-Qo�im (Imam Mahdi)�.�



Salman Al-Farisi r.a. berkata: �Aku menemui Rasulullah saw dan kulihat Al-Husein sedang berada di pangkuan beliau. Nabi mencium pipinya dan mengecupi mulutnya, lalu bersabda: �Engkau seorang junjungan, putra seorang junjungan dan saudara seorang junjungan; engkau seorang Imam, putra seorang Imam, dan saudara seorang Imam; engkau seorang hujjah, putra seorang hujjah, dan ayah dari

sembilan hujjah. Hujjah yang ke sembilan Qo�im mereka yakni Al-Mahdi�. Berkata Jabir bin Samurah: �Saya ikut bersama ayah menemui Nabi saw, lalu saya mendengar beliau bersabda: �Persoalan umat ini belum akan tuntas sebelum berjalan pemerintahan 12 (dua belas) khalifah di tengah-tengah mereka�. Kemudian beliau mengatakan sesuatu yang tidak bisa saya dengar. Karena itu, beberapa waktu kemudian saya bertanya kepada ayah: �Apa yang beliau katakan?�. Nabi mengatakan: �Semua khalifah itu berasal dari kalangan Quraisy�. Jawab ayahku.�



Di tengah kebahagian dan kerukunan keluarga Fatimah Az-Zahra lahirlah seorang bayi yang akan memperjuangkan kelanjutan misi Rasulullah saww. Bayi itu tidak lain adalah Husein bin Ali bin Abi Thalib, yang dilahirkan pada suatu malam di bulan Sya�ban. Rasulullah saw bertanya pada Imam Ali bin Abi Thalib: �Engkau beri nama siapa anakku ini?� Saya tidak berani memdahuluimu wahai Rasulullah�. Jawab Ali. Akhirnya Rasulullah saw mendapat wahyu agar menamainya �Husein�. Kemudian di hari ketujuh, Rasulullah bergegas ke rumah Fatimah Az-Zahra dan menyembelih domba sebagai aqiqahnya. Lalu dicukurnya rambut Al-Husein dan Rasul bersedekah dengan perak seberat rambutnya yang kemudian mengkhitannya sebagaimana upacara yang dilakukan untuk Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Sebagaimana Imam Hasan, beliau juga mendapat didikan langsung dari Rasulullah saw. Dan setelah Rasulullah meninggal, beliau dididik oleh ayahnya. Hingga akhirnya Imam Ali terbunuh dan Imam Hasan yang menjadi pimpinan saat itu. Namun Imam Hasan pun syahid dalam mempertahankan Islam dan kini Imam Husein yang menjadi Imam atas perintah Allah dan Rasul-Nya serta wasiat dari saudaranya.



Imam Husein hidup dalam kondisi yang paling sulit. Itu semua merupakan akibat adannya penekanan dan penganiayaan serta banyaknya kejahatan dan kedurjanaan yang dilakukan Muawiyah. Bahkan yang lebih fatal lagi, ia menyerahkan ke khalifahan kaum muslimin kepada anaknya Yazid, yang dikenal sebagai pemabuk, penzina, yang tidak pernah mendapat didikan Islma, serta seorang pemimpin yang setiap harinya hanya bermain dan berteman dengan kera-kera kesayangannya. Hukum-hukum Allah tidak diberlakukan, sunnah-sunnah Rasulullah ditinggalkan dan Islam yang tersebar bukan lagi Islamnya Muhammad saw, melainkan Islamnya Muawiyah serta Yazid yang identik dengan kerusakan dan kedurjanaan. Imam Husein merupakan tokoh yang paling ditakuti oleh Yazid. Hampir setiap kerusakan yang dilakukannya ditentang oleh Imam Husein dan beliau merupakan seorang tokoh yang menolak untuk berbaiat kepadanya. Kemudian Yazid segera menulis surat kepada gubernurnya Al-Walid bin Utbah, dan memerintahkannya agar meminta baiat dari penduduk Madinah secara umum dan dari Al-Husein secara khusus dengan cara apapun.



Melihat itu semua, akhirnya Imam Husein berinisiatif untuk meninggalkan Madinah. Namun sebelum meninggalkan Madinah beliau terlebih dahulu berjalan menuju maqam kakeknya Rasulullah saww, serta shalat didekatnya dan berdoa: �Ya Allah ini adalah kuburan nabi-Mu dan aku adalah anak dari putrid nabi-Mu ini. Kini telah datang kepadaku persoalan yang sudah aku ketahui sebelumnya. Ya Allah! Sesungguhnya aku menyukai yang ma�ruf dan mengingkari yang mungkar, dan aku memohon lepada-Mu, wahai Tuhan yang Maha Agung dan Maha Mulia, melalui haq orang yang ada dalam kuburan ini, agar jangan Engkau pilihkan sesuatu untukku, kecuali yang Engkau dan Rasul-Mu meridhainya� Setelah menyerahkan segala urusannya kepada Allah, beliau segera mengumpulkan seluruh Ahlul-Bait dan pengikut-pengikutnya yang setia, lalu menjelaskan tujuan perjalanan beliau, yakni Mekkah. Mungkin kita bertanya-tanya, apa sebenarnya motivasi gerakan revolusioner yang dilakukan Imam Husein hingga beliau harus keluar dari Madinah. Imam Husein sendiri yang menjelaskan alasannya kepada Muhammad bin Hanafiah dalam surat yang ditulisnya: �Sesungguhnya aku melakukan perlawanan bukan dengan maksud berbuat jahat, sewenang-wenang, melakukan kerusakan atau kezaliman. Tetapi semuanya ini aku lakukan semata-mata demi kemaslahatan umat kakekku Muhammad saw. Aku bermaksud melaksanakan amar ma�ruf nahi munkar, dan mengikuti jalan yang telah dirintis oleh kakekku dan juga ayahku Ali bin Abi Thalib.



Ketahuilah barangsiapa yang menerimaku dengan haq, maka Allah lebih berhak atas yang haq. Dan barangsiapa yang menentang apa yang telah kuputuskan ini, maka aku akan tetap bersabar hingga Allah memutuskan antara aku dengan mereka tentang yang haq dan Dia adalah sebaik-baik pemberi keputusan�. Setelah melakukan perjalanan panjang, akhirnya rombongan Imam Husein sampai di kota Makkah, yaitu suatu kota yang dilindungi Allah SWT yang dalam Islam merupakan tempat yang di dalamnya perlindungan dan keamanan dijamin. Peristiwa ini terjadi di akhir bulan Rajab 60 Hijiriah. Selama empat bulan di Makkah Imam banyak berdakwah dan membangkitkan semangat Islam dari penduduk Makkah. Dan ketika tiba musim haji, Imam segera melaksanakan Ibadan haji dan berkhutbah di depan khalayak ramai dengan khutbah singkat yang mengatakan bahwa beliau akan ke-Iraq kenuju kota Kufah. Selain karena keamanan Imam Husein sudah terancam, ribuan surat yang datangnya dari penduduk kota Kufah juga menjadi pendorong keberangkatan Imam Husein ke kota itu. Dan sehari setelah khutbahnya itu, Imam Husein berangkat bersama keluarga dan para pengikutnya yang setia, guna memenuhi panggilan tersebut. Ketika dalam perjalanan, ternyata keadaan kota Kufah telah berubah. Yazid mengirimkan Ibnu Ziyad guna mengantisipasi keadaan. Wakil Imam Husein (Muslim bin Aqil), diseret dan dipenggal kepalanya. Orang-orang yang menyatakan setia segera dibunuhnya. Penduduk Kufah pun berubah menjadi ketakutan, tak ubahnya laksana tikus yang melihat kucing.



Sekitar tujuh puluh kilo meter dari Kufah di suatu tempat yang bernama �Karbala�, Imam Husein beserta rombongan yang berjumlah 70 (tujuh puluh) orang; 40 (empat puluh) laki-laki dan sisanya kaum wanita; dan itupun terdiri dari keluarga bani Hasyim, baik anak-anak, saudara, keponakan dan saudara sepupu; telah dikepung oleh pasukan bersenjata lengkap yang berjumlah 30 (tiga puluh) ribu orang. Musuh yang tidak berprikemanusiaan itu, melarang Imam dan rombongannya untuk meminum dari sungai Efrat. Padahal, anjing, babi dan binatang lainnya bisa berendam di sungai itu sepuas-puasnya, sementara keluarga suci Rasulullah dilarang mengambil air walaupun seteguk. Penderitaan demi penderitaan, jeritan demi jeritan, pekikan suci dari anak-anak yang tak berdosa menambah sedihnya peristiwa itu. Imam Husein yang digambarkan oleh Rasul sebagai pemuda penghulu surga, yang digambarkan sebagai Imam di saat duduk dan berdiri, harus menerima perlakuan keji dari manusia yang tidak mengenal balas budi.



Pada tanggal 10 (sepuluh) Muharram 61 Hijriah (680 Masehi), pasukan Imam Husein yang berjumlah 70 (tujuh puluh) orang telah berhadapan dengan pasukan bersenjata lengkap yang berjumlah 30.000 (tiga puluh ribu) orang. Seorang demi seorang dari pengikut Al-Husein mati terbunuh. Tak luput keluarganya juga mati dibantai. Tubuh mereka dipisah-pisah dan diinjak-injak dengan kudanya. Hingga ketika tidak ada seorangpun yang akan membelanya beliau mengangkat anaknya yang bernama Ali Al-Ashgar, seorang bayi yang masih menyusu sambil menanyakan apa dosa bayi itu hingga harus dibiarkan kehausan. Belum lagi terjawab pertanyaannya sebuah panah telah menancap di dada bayi tersebut dan ketika itu pula bayi yang masih mungil itu harus mengakhiri riwayatnya didekapan ayahnya, Al- Husein. Kini tinggallah Al-Husein seorang diri, membela misi suci seorang nabi, demi proyek Allah apapun boleh terjadi, asal agama Allah bisa tegak berdiri, badan pun boleh mati. Perjuangan Al-Husein telah mencapai puncaknya, tubuhnya yang suci telah dilumuri darah, rasa haus pun telah mencekiknya. Tubuh yang pernah dikecup dan digendong Rasulullah saww kini telah rebah di atas Padang karbala. Lalu datanglah Syimr, lelaki yang bertampang menakutkan, menaiki dada Al-Husein lalu memisahkan kepada beliau serta melepas anggota tubuhnya satu demi satu.



Setelah kepergian Imam Husein, pasukan musuh menjarah barang-barang milik Imam dan pengikutnya yang telah tiada. Kebiadaban mereka tidak cukup sampai di sini, mereka lalu menyerang kemah wanita dan membakarnya serta mempermalukan wanita keluarga Rasulullah. Rombongan yang hanya terdiri dari kaum wanita itu, kemudian dijadikan sebagai tawanan perang yang dipertontonkan dari satu kota ke kota lain. Rasulullah yang mendirikan negara Islam dan membebaskan mereka dari kebodohan. Namun keluarga Umayah yang tidak tahu membalas budi telah memperlakukan keluarga Rasulullah semena-mena. Beginikan cara umatmu membalas kebaikanmu wahai Rasulullah saww? Benarlah sabda Rasulullah yang berbunyi: �Wahai Asma! Dia (Al-Husein) kelak akan dibunuh oleh sekelompok pembangkang sesudahku, yang syafaatku tidak akan sampai kepada mereka�. Pembicaraan tentang Imam Husein adalah pembicaraan yang dipenuhi dengan keheroikan dan pengorbanan.
Read Post | comments

Imam Hasan bin Ali ra

Imam Hasan bin Ali a.s. adalah putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra binti Muhammad SAW. Beliau merupakan cucu pertama Rasulullah yang lahir di bulan Ramadhan 625 atau dua tahun setelah hijrah. Imam Hasan mendapat didikan langsung dari Rasulullah saw. Dan setelah Rasulullah meninggal beliau dididik oleh ayahnya hingga akhirnya Imam Ali terbunuh dan Imam Hasan dibaiat kaum Muslimin dan menjadi pimpinan saat itu bukan karena wasiat ayahnya. Namun Imam Hasan syahid dalam mempertahankan Islam dan berikutnya Imam Husein yang menjadi Imam atas perintah Allah dan Rasul-Nya serta wasiat Imam Hasan. Beliau wafat tahun 669 dalam usia 44 tahun. Imam Hasan memiliki anak 11 orang. Bagi kaum Syiah beliau adalah Imam ke 2 dari 12 Imam Syiah setelah ayahnya. Beliau pun merupakan figur utama dalam Sunni dan Syiah karena merupakan ahlulbait. Beliau dihormati kaum Sufi karena jadi Waliy Mursyid yang ke 2 setelah ayah beliau terutama bagi tarekat Syadzaliyyah. Hingga saat ini sebagian besar tarekat Sufi telah mencapai Waliy Mursyid yang ke 40. Syekh Abdul Qadir Jaelani merupakan keturunan beliau dari Abdullah bin Hasan bin Ali.



Imam Hasan merupakan gambaran dari salah satu manusia yang berbudi luhur, dikatakan : Ia adalah yang terbesar dari orang-orang di mata ku. Karakternya yang membuat dia besar di mata ku adalah simbol dari dunia ini di matanya. Ia diluar kuasa dari ketidak-tahuan. Ia memperluas tangannya untuk tak seorangpun kecuali dengan keyakinan dan hanya untuk suatu keuntungan akhirat. Ia tidak pernah mengeluh atau mempertunjukkan ketidakpuasan. Ia membelanjakan kebanyakan dari waktunya dengan kesunyian; tetapi ketika ia berbicara, ia lebih unggul dari para pembicara. Ia tidak berkata apa yang ia tidak akan lakukan. Ketika ia memilih salah satu dalam berbagai hal, yang ia ambil adalah yang lebih dekat kepada Tuhan nya. Ia selesaikan dulu satu yang lebih dekat kepada perasaan hatinya sedemikian sehingga ia akan menerima yang lain. Ia menghindarkan menyalahkan seseorang untuk suatu perihal yang mana boleh dimaafkan. Hatinya condong ke mesjid dan memperoleh berbagai hal yang bersifat Quranic sebagai teman yang bermanfaat, suatu informasi yang asli, kemurahan hati yang diharapkan, suatu kataan yang memandu di sebelah kanan, suatu kataan yang aman dari kesalahan dan dosa.



Rasulullah bersabda : �Sesungguhnya Al-Hasan dan Al-Husein adalah kesayangan ku dari dunia� (HR Bukhari). Juga bersabda : �Al-Hasan dan Al-Husein adalah sayyid (penghulu) para pemuda ahlul jannah� (HR Tirmidzi). Rasulullah bersabda : Al-Hasan dariku dan Al-Husein dari Ali� (HR Abu Dawud, Ahmad, Thabrani). Dari Barra bin Azib, dia berkata : Aku melihat Al-Hasan bin Ali di atas pundak Nabi SAW dan beliau bersabda : �Ya Allah sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah dia� (HR Bukhari). Dari Anas bin Malik ra berkata : Tidaklah seorang pun yang mirip dengan Nabi SAW daripada Al-Hasan bin Ali ra� Dari al-Hasan ra, dia mendengar Abu Bakrah berkata : �Aku mendengar Nabi SAW di atas mimbar sedangkan Hasan disampingnya, beliau melihat kepada manusia sesekali dan kepadanya sesekali yang lain dan bersabda : �Anakku ini adalah sayyid dan semoga Allah aakan mendamaikan dengannya dua kelompok dari kalangan muslimin�. (HR Bukhari) Itulah keutamaan Imam Hasan yang paling besar yang dipuji Rasulullah SAW yang telah mempersatukan kaum Muslimin pada masa Muawiyyah yang masa itu dikenal dengan tahun Jama'ah.



Orang-Orang Quraish pernah berkunjung ketika kelahiran seorang bayi pria. Mereka berkata (ungkapan umum tentang ucapan selamat mereka) : �Selamat akan kelahiran dari ksatria ini� Beliau menjawab, � Apa maksud perkataan ini? Siapa yang mengetahui, jika ia mungkin berjalan.� �O putra dari Rasulullah� Jabir berkata, �Apa yang sebaiknya kita katakan kemudian?� Imam menjawab : �Untuk memberi selamat untuk suatu pria yang baru lahir,, anda perlu katakan : Semoga anda bersyukur, dan diberkati, jadilah hadiah ini dan Allah boleh menyebabkan dia untuk mencapai kedewasaan dan memberikan anda dengan rizki-Nya. Seperti ketika beliau ditanya sekitar ksatria abad pertengahan, Imam Hasan menjawab : �Ksatria abad pertengahan adalah untuk bertaut pada agama, memperbaharui kekayaan dan memenuhi tugas dengan sepenuhnya�. Yang paling baik penglihatan dari pembedaan adalah yang adalah paling baik menembusnya. Pertemuan yang paling lekas mengerti adalah yang mempertahankan ingatan dan manfaat. Hati yang paling nyaring adalah yang murni dari kecurigaan.



Sebagai orang selalu diminta jawaban untuk nasihat, Imam Hasan mengatakan : Menghindari memuji-muji aku sebab aku mengetahui diri ku lebih baik daripada anda. Ia yang mencari pemujaan dan perlu membersihkan sendirinya untuk itu. Hukuman adalah tempat perlindungan untuk keselamatan. Ia yang mempertimbangkan merindukan perjalanan yang sungguh, pasti akan bersiap-siap menghadapi itu. Yang cerdas mestinya tidak menipu mereka yang mencari nasihat. Pengetahuan membuat tidak berlaku alasan dari pelajar itu untuk angkuh. Para pelayan Allah, takut Allah, mencari Nya dengan serius dan takut dari hukuman. Memahami kejadian sebelum menimpa dan terjadi dari hukuman dan datangnya kehancuran dari kesenangan itu. Kenyamanan dari dunia ini tidaklah terus menerus,, kemalangan nya tidak bisa dipercayai dan gangguan nya tidak bisa dihindarkan. Para pelayan Allah, anda perlu mengambil suatu memperingatkan dari contoh, belajar pelajaran dari peristiwa yang dipancarkan, menahan diri dari melakukan dosa demi Surga dan memperoleh manfaat dengan peringatan. Allah adalah suatu pendukung dan pelindung yang cukup, Surga adalah suatu penghargaan yang cukup dan Neraka adalah suatu hasil kejahatan malapetaka dan hukuman yang cukup.



Ketika Beliau melewati sebagian orang yang sedang bermain dan tertawa di Idul Fitri, Imam Hasan dihentikan pada mereka dan berkata:�Allah telah buat bulan Ramadan jalan dari makhluk-Nya sedemikian sehingga mereka akan bersaing satu sama lain dalam tindakan ketaatan kepada Nya mencapai kepuasan Nya. Sebagian orang yang lain didahului dan ia bisa memenangkan, selagi orang yang lain tertinggal dan gagal. Bagaimana anehnya bahwa yang main dan tertawa di hari ketika Allah dihadiahi dan pelanggar adalah kehilangan! Dengan udara Allah saya menghirup hawa sejuk, jika tutup dipindahkan, mereka akan menyadari bahwa Allah sibuk dengan keuntungan mereka dan penjahat sibuk dengan dosa mereka. Imam kemudian meninggalkan.



Read Post | comments

Fatimah - Putri Kesayangan Rasulullah

Fatima Az-Zahra si cantik dilahirkan 8 tahun sebelum Hijrah di Mekkah dari Khadijah, istri Nabi yang pertama. Fatima ialah anak yang keempat, sedang yang lainnya: Zainab, Ruqaya, dan Ummi Kalsum. Fatima dibesarkan di bawah asuhan ayahnya, guru dan dermawan yang terbesar bagi umat manusia. Tidak seperti anak lainnya, Fatima mempunyai pembawaan yang tenang. Badannya yang lemah dan kesahatannya yang buruk menyebabkan ia terpisah dari kumpulan dan permainan anak-anak. Ajaran, bimbingan, dan aspirasi ayahnya yag agung itu membawanya menjadi wanita berbudi tinggi, ramah-tamah, simpatik, dan tahu mana yang benar. Fatima, yang sangat mirip dengan ayahnya, baik roman muka maupun dalam hal kebiasaan yang saleh, adalah seorang anak perempuan yang paling disayang ayahnya dan sangat berbakti terhadap Nabi setelah ibunya meninggal dunia. Dengan demikian, dialah yang sangat besar jasanya mengisi kekosongan yang ditinggalkan ibunya.



Julukannya adalah al-Batuul, yaitu wanita yang memutuskan hubungan dengan yang lain untuk beribadah atau tiada bandingnya dalam keutamaan ilmu, akhlaq, budi pekerti, kehormatan dan keturunannya. Lahir bersamaan dengan terjadinya peristiwa agung yang menggoncangkan Makkah, yaitu peristiwa peletakkan Hajarul Aswad disaat renovasi Ka`bah. Beliau adalah anak yang paling dicintai oleh keluarganya, terutama ayahnya. Sebagaimana tampak dalam ucapan Rasulullah SAW, : "Fathimah adalah bagian dariku, aku merasa susah bila ia bersedih dan aku merasa terganggu bila ia diganggu".(Ibnu Abdil Barr, Al-Isti`ab). Dalam hadits lain diriwayatkan "Barang siapa telah memarahinya berarti telah memarahiku".(H.R.Muslim) Pada beberapa kesempatan Nabi Muhammad SAW menunjukkan rasa sayang yang amat besar kepada Fatimah.



Suatu saat Beliau berkata, "O... Fatima, Allah tidak suka orang yang membuat kau tidak senang, dan Allah akan senang orang yang kau senangi." Juga Nabi dikabarkan telah berucap: "Fatima itu anak saya, siapa yang membuatnya sedih, berarti membuat aku juga menjadi sedih dan siapa yang menyenangkannya, berarti menyenangkan aku juga." Aisyah, istri Nabi tercinta pernah berkata, "Saya tidak pernah berjumpa dengan sosok probadi yang lebih besar daripada Fatima, kecuali kepribadian ayahnya." Atas suatu pertanyaan, Aisyah menjawab, "Fatima-lah yang paling disayang oleh Nabi." Abu Bakar dan Umar keduanya berusaha agar dapat menikah dengan Fatima, tapi Nabi diam saja. Ali yang telah dibesarkan oleh Nabi sendiri, seorang laki-laki yang padanya tergabung berbagai kebajikan yang langka, bersifat kesatria dan penuh keberanian, kesalehan, dan kecerdasan, merasa ragu-ragu mencari jalan untuk dapat meminang Fatima. Karena dirinya begitu miskin. Tetapi akhirnya ia memberanikan diri meminang Fatima, dan langsung diterima oleh Nabi. Ali menjual kwiras (pelindung dada dari kulit) miliknya yang bagus. Kwiras ini dimenangkannya pada waktu Perang Badar. Ia menerima 400 dirham sebagai hasil penjualan dan dengan uang itu ia mempersiapkan upacara pernikahannya yang sederhana.



Fatima hampir berumur delapan belas tahun ketika menikah dengan Ali. Sebagai mahar dari ayahnya yang terkenal itu, ia memperoleh sebuah tempat air dari kulit, sebuah kendi dari tanah, sehelai tikar, dan sebuah batu gilingan jagung. Kepada putrinya Nabi berkata, "Anakku, aku telah menikahkanmu dengan laki laki yang kepercayaannya lebih kuat dan lebih tinggi daripada yang lainnya, dan seorang yang menonjol dalam hal moral dan kebijaksanaan." Kehidupan perkawinan Fatima berjalan lanjcar dalam bentuknya yang sangat sederhana, gigih, dan tidak mengenal lelah. Ali bekerja keras tiap hari untuk mendapatkan nafkah, sedangkan istrinya bersikap rajin, hemat, dan berbakti. Fatima di rumah melaksanakan tugas-tugas rumah tangga; seperti menggiling jagung dan mengambil air dari sumur. Pasangan suami-istri ini terkenal saleh dan dermawan. Mereka tidak pernah membiarkan pengemis melangkah pintunya tanpa memberikan apa saja yang mereka punyai, meskipun mereka sendiri masih lapar. Sifat penuh perikemanusiaan dan murah hati yang terlekat pada keluarga Nabi tidak banyak tandingannya. Di dalam catatan sejarah manusia, Fatima Zahra terkenal karena kemurahan hatinya.



Fatima dianugerahi lima orang anak, tiga putra: Hasan, Husein, dan Muhsin (meninggal ketika masih kecil} dan dua putri: Zainab dan Umi Kalsum. Hasan lahir pada tahun kegia dan Husein pada tahun keempat Hijrah. Muhsin meninggal dunia waktu masih kecil. Fatima merawat luka Nabi sepulangnya dari Perang Uhud. Fatima juga ikut bersama Nabi ketika merebut Mekkah, begitu juga ia ikut ketika Nabi melaksanakan ibadah Haji Waqad, apda akhir tahun 11 Hijrah. Dalam perjalanan haji terakhir ini Nabi jatuh sakit. Fatima tetap mendampingi beliau di sisi tempat tidur. Ketika itu Nabi membisikkan sesuatu ke kuping Fatima yang membuat Fatima menangis, dan kemudian Nabi membisikkan sesuatu lagi yang membuat Fatima tersenyum. Setelah nabi wafat, Fatima menceritakan kejadian itu kepada Aisyah. Ayahnya membisikkan berita kematianya, itulah yang menyebabkan Fatima menangis, tapi waktu Nabi mengatakan bahwa Fatima-lah orang pertama yang akan berkumpul dengannya di alam baka, maka fatima menjadi bahagia.



Fatima telah menjadi simbol segala yang suci dalam diri wanita, dan pada konsepsi manusa yang paling mulia. Nabi sendiri menyatakan bahwa Fatima akan menjadi "Ratu segenap wanita yang berada di Surga." Fatimah adalah "ibu dari ayahnya." Dia adalah puteri yang mulia dari dua pihak, yaitu puteri pemimpin para makhluq Rasulullah SAW. Dia juga digelari Al-Batuul, yaitu yang memusatkan perhatiannya pada ibadah atau tiada bandingnya dalam hal keutamaan, ilmu, akhlaq, adab, hasab dan nasab. Fatimah lebih muda dari Zainab, isteri Abil Ash bin Rabi' dan Ruqayyah, isteri Utsman bin Affan. Juga dia lebih muda dari Ummu Kultsum. Dia adalah anak yang paling dicintai Nabi SAW sehingga beliau bersabda :"Fatimah adalah darah dagingku, apa yang menyusahkannya juga menyusahkan aku dan apa yang mengganggunya juga menggangguku." [Ibnul Abdil Barr dalam "Al-Istii'aab"] Sesungguhnya dia adalah pemimpin wanita dunia dan penghuni syurga yang paling utama, puteri kekasih Robbil'aalamiin, dan ibu dari Al-Hasan dan Al-Husein. Az-Zubair bin Bukar berkata : "Keturunan Zainab telah tiada dan telah sah riwayat, bahwa Rasulullah SAW menyelimuti Fatimah dan suaminya serta kedua puteranya dengan pakaian seraya berkata :"Ya, Allah, mereka ini adalah ahli baitku. Maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya."



Inilah Fatimah binti Muhammad SAW yang melayani diri sendiri dan menanggung berbagai beban rumahnya. Thabrani menceritakan, bahwa ketika kaum Musyrikin telah meninggalkan medan perang Uhud, wanita-wanita sahabah keluar untuk memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin. Di antara mereka yang keluar terdapat Fatimah. Ketika bertemu Nabi SAW, Fatimah memeluk dan mencuci luka-lukanya dengan air, sehingga darah semakin banyak yang keluar. Tatkala Fatimah melihat hal itu, dia mengambil sepotong tikar, lalu membakar dan membubuhkannya pada luka itu sehingga melekat dan darahnya berhenti keluar." (HR. Syaikha dan Tirmidzi) Dalam kancah pertarungan yang dialami, tampaklah peranan puteri Muslim supaya menjadi teladan yang baik bagi pemudi Muslim masa kini. Pemimpin wanita penghuni Syurga Fatimah Az-Zahra', puteri Nabi SAW, Ali r.a. berkata :"Aku menikahi Fatimah, sementara kami tidak mempunyai alas tidur selain kulit domba untuk kami tiduri di waktu malam dan kami letakkan di atas unta untuk mengambil air di siang hari. Kami tidak mempunyai pembantu selain unta itu." Ketika Rasulullah SAW menikahkannya (Fatimah), beliau mengirimkannya (unta itu) bersama satu lembar kain dan bantal kulit berisi ijuk dan dua alat penggiling gandum, sebuah timba dan dua kendi. Fatimah menggunakan alat penggiling gandum itu hingga melecetkan tangannya dan memikul qirbah (tempat air dari kulit) berisi air hingga berbekas pada dadanya.



Inilah dia, Az-Zahra', ibu kedua cucu Rasulullah SAW :Al-Hasan dan Al-Husein. Fatimah selalu berada di sampingnya, maka tidaklah mengherankan bila dia meninggalkan bekas yang paling indah di dalam hatinya yang penyayang. Dunia selalu mengingat Fatimah, "ibu ayahnya, Muhammad", Al-Batuul (yang mencurahkan perhatiannya pada ibadah), Az-Zahra' (yang cemerlang), Ath-Thahirah (yang suci), yang taat beribadah dan menjauhi keduniaan. Setiap merasa lapar, dia selalu sujud, dan setiap merasa payah, dia selalu berdzikir. Imam Muslim menceritakan kepada kita tentang keutamaan-keutamaannya dan meriwayatkan dari Aisyah' r.a. dia berkata : "Pernah isteri-isteri Nabi SAW berkumpul di tempat Nabi SAW. Lalu datang Fatimah r.a. sambil berjalan, sedang jalannya mirip dengan jalan Rasulullah SAW. Ketika Nabi SAW melihatnya, beliau menyambutnya seraya berkata :"Selamat datang, puteriku." Kemudian beliau mendudukkannya di sebelah kanan atau kirinya. Lalu dia berbisik kepadanya. Maka Fatimah menangis dengan suara keras. Ketika melihat kesedihannya, Nabi SAW berbisik kepadanya untuk kedua kalinya, maka Fatimah tersenyum.



Setelah itu aku berkata kepada Fatimah : Rasulullah SAW telah berbisik kepadamu secara khusus di antara isteri-isterinya, kemudian engkau menangis!" Ketika Nabi SAW pergi, aku bertanya kepadanya :"Apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu ?" Fatimah menjawab :"Aku tidak akan menyiarkan rahasia Rasul Allah SAW." Aisyah berkata :"Ketika Rasulullah SAW wafat, aku berkata kepadanya :"Aku mohon kepadamu demi hakku yang ada padamu, ceritakanlah kepadaku apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu itu ?" Fatimah pun menjawab :"Adapun sekarang, maka baiklah. Ketika berbisik pertama kali kepadaku, beliau mengabarkan kepadaku bahwa Jibril biasanya memeriksa bacaannya terhadap Al Qur'an sekali dalam setahun, dan sekarang dia memerika bacaannya dua kali. Maka, kulihat ajalku sudah dekat. Takutlah kepada Allah dan sabarlah. Aku adalah sebaik-baik orang yang mendahuluimu." Fatimah berkata :"Maka aku pun menangis sebagaimana yang engkau lihat itu. Ketika melihat kesedihanku, beliau berbisik lagi kepadaku, dan berkata :"Wahai, Fatimah, tidakkah engkau senang menjadi pemimpin wanita-wanita kaum Mu'min atau ummat ini ?" Fatimah berkata :"Maka aku pun tertawa seperti yang engkau lihat."



Tidak lama setelah Nabi wafat, Fatima meninggal dunia, dalam tahun itu juga, enam bulan setelah nabi wafat. Waktu itu Fatima berumur 28 tahun dan dimakamkan oleh Ali di Jaat ul Baqih (Medina) diantar dengan dukacita masyarakat luas. Dia telah memenuhi pendengaran, mata dan hati. Dia adalah 'ibu dari ayahnya', orang yang paling erat hubungannya dengan Nabi SAW dan paling menyayanginya. Betapa indah situasi di mana hati Muhammad SAW berdenyut menunjukkan cinta dan sayang kepada puterinya itu. Seakanakan kulihat Az-Zahra' a.s. berlinang air mata dan berdenyut hatinya dengan cinta dan kasih sayang. Iinilah dia, Az-Zahra', puteri Nabi SAW, puteri sang pemimpin. Dia memberi contoh ketika keluar bersama 14 orang wanita, di antara mereka terdapat Ummu Sulaim binti Milhan dan Aisyah Ummul Mu'minin r.a. Dan mengangkut air dalam sebuah qirbah dan bekal di atas punggungnya untuk memberi makan kaum Mu'minin yang sedang berperang menegakkan agama Allah SWT. Fatimah telah meriwayatkan 18 hadits dari Nabi SAW. Di dalam Shahihain diriwayatkan satu hadits darinya yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim dalam riwayat Aisyah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud. Ibnul Jauzi berkata :"Kami tidak mengetahui seorang pun di antara puteri-puteri Rasulullah SAW yang lebih banyak meriwayatkan darinya selain Fatimah."



Fatimah pernah mengeluh kepada Asma' binti Umais tentang tubuh yang kurus. Dia berkata :"Dapatkah engkau menutupi aku dengan sesuatu ?" Asma' menjawab :"Aku melihat orang Habasyah membuat usungan untuk wanita dan mengikatkan keranda pada kaki-kaki usungan." Maka Fatimah menyuruh membuatkan keranda untuknya sebelum dia wafat. Fatimah melihat keranda itu, dia berkata :"Kalian telah menutupi aku, semoga Allah menutupi aurat kalian." [Imam Adz- Dzhabi telah meriwayatkan dalam "Siyar A'laamin Nubala', juga dari Qutaibah bin Said dari Ummi Ja'far] Ibnu Abdil Barr berkata :"Fatimah adalah orang pertama yang dimasukkan ke keranda pada masa Islam." Dia dimandikan oleh Ali dan Asma', sedang Asma' tidak mengizinkan seorang pun masuk. Ali r.a. berdiri di kuburnya berkata : Setiap dua teman bertemu tentu akan berpisah dan semua yang di luar kematian adalah sedikit kehilangan satu demi satu adalah bukti bahwa teman itu tidak kekal Semoga Allah SWT meridhoinya dan Semoga kita semua, kaum Muslimah, bisa meneladani para wanita mulia tersebut. Amin yaa Robbal'aalamiin.
Read Post | comments

Ruqayyah dan Ummu Kultsum

Rombongan muhajir ke Habasyah membawa 11 orang wanita. Ini berarti bahwa wanita Muslim adalah bagian dari da'wah dan jihad di jalan Allah SWT. Mereka tinggalkan kesenangan hidup yang hanya sebentar, berupa harta, anak dan keluarga serta negeri demi Allah. Mereka tinggalkan tanah airnya yang mahal dan berangkat menuju Habasyah, sebuah negeri yang jauh dengan penduduk yang berlainan bangsa, warna dan suku, demi membela aqidah yang diimaninya. Tatkala fajar da'wah memancar dari Mekkah, maka muhajir pertama bukanlah dua orang laki-laki, tetapi seorang laki-laki dan seorang wanita. Kedua muhajir ini adalah Utsman bin Affan dan isterinya, Ruqayyah binti Muhammad SAW. Ruqayyah lahir sesudah kakaknya, Zainab. Sesudah kedua orang itu, muncullah Ummu Kultsum yang menemani dalam hidupnya setelah Zainab menikah. Ketika keduanya mendekati usia perkawinan, Abu Thalib meminang mereka berdua untuk kedua putera Abu Lahab. Allah SWT menghendaki perkawinan ini tidak berlangsung lama, karena melihat sikap Abu Lahab terhadap Islam. Akan tetapi Allah SWT menampilkan Utsman bin Affan kepada kedua puteri itu. Maka dia pun menikah dengan Ruqayyah dan hijrah bersamanya ke Habasyah. Ummu Kultsum tetap tinggal bersama ayah dan ibunya menunggu sesuatu yang ditakdirkan baginya. Imam Adz-Dzahabi berkata :"Ruqayyah hijrah ke Habasyah bersama Utsman dua kali. Nabi SAW bersabda : "Sesungguhnya kedua orang itu (Utsman dan Ruqayyah) adalah orang-orang yang pertama hijrah kepada Allah sesudah Luth."[ "Siyar A'laamin Nubala'"; juz 2, halaman 78] Anas bin Malik r.a. berkata : Utsman bin Affan keluar bersama isterinya, Ruqayyah, puteri Rasulullah SAW menuju negeri Habasyah.



Lama Rasulullah SAW tidak mendengar kabar kedua orang itu. Kemudian datang seorang wanita Quraisy berkata : "Wahai, Muhammad, aku telah melihat menantumu bersama isterinya." Nabi SAW bertanya : "Bagaimanakah keadaan mereka ketika kau lihat?" Wanita itu menjawab : "Dia telah membawa isterinya ke atas seekor keledai yang berjalan pelahan, sementara ia memegang kendalinya. "Maka Rasulullah SAW bersabda : "Allah menemani keduanya. Sesungguhnya Utsman adalah laki-laki pertama yang hijrah membawa isterinya, sesu-dah Luth a.s." Ruqayyah kembali bersama Utsman ke Mekkah dan mendapati ibunya telah berpulang kepada Ar-Rafiiqil A'laa. Kemudian kaum Muslimin pindah dari Mekkah ke Madinah semuanya. Ruqayyah juga ikut hijrah bersama suaminya, Utsman, sehingga dia menjadi wanita yang hijrah dua kali. Penyebab hijrah ke Habasyah adalah takut fitnah dan menyelamatkan agama mereka menuju Allah. Bukan menyebarkan agama Islam, karena negeri Habasyah pada waktu itu menganut agama Masehi dan agama Masehi di sana tidak akan menerima agama baru yang menyainginya, meskipun Habasyah diperintah oleh raja yang tidak menganiaya seseorang. Hijrah ke Habasyah merupakan bagian dari peralihan dan kelanjutan perjuangan, karena hasil yang diharapkan oleh kaum muhajirin dari hijrah mereka ke Habasyah adalah menyelamatkan agamanya ke negeri yang memberi ketenangan bagi mereka di sana.



Di negeri itu mereka tidak mengalami kekerasan dan gangguan, sampai ketika saudara-saudara mereka di Mekkah ditakdirkan binasa hingga orang terakhir, membawa panji da'wah sebagai penerus. Adapun hijrah ke Madinah, maka penyelamatan agama adalah salah satu sebabnya, tetapi bukan penyebab utama. Penyebab utamanya adalah perubahan dan kelanjutan perjuangan di mana para muhajirin dapat mendirikan sebuah tanah air tempat hijrah mereka. Selama 13 tahun Islam merupakan agama tanpa tanah air dan rakyat tanpa negara. Hijrah yang merupakan tahap kedua di antara tahap-tahap da'wah adalah tahap perjuangan yang paling rumit. Apabila tahap perjuangan ini telah memiliki sifat petualangan, maka sesungguhnya petualangan itu hanyalah semacam perjuangan, bahkan macam perjuangan heroik tertinggi. Tahap perjuangan ini berhasil mendapat kemenangan. Iman mengalahkan kekuatan, roh mengalahkan materi dan kebenaran mengalahkan kebathilan. Sesungguhnya kebesaran dari kemenangan itu sulit digambarkan dan dinilai. Kebebasan dari ketakutan dan perjuangan menuju keamanan. Kebebasan dari perbudakan dan perjuangan menuju kemerdekaan. Kebebasan dari kehinaan dan perjuangan menuju kemuliaan. Kebebasan dari kesempitan dan perjuangan menuju kelapangan. Kebebasan dari kelumpuhan dan perjuangan menuju keaktifan. Kebebasan dari kelemahan dan perjuangan menuju kekuatan. Dan kebebasan dari ikatan-ikatan bicara dan perjuangan menuju kebebasan berbicara.



Ruqayyah kembali kepada Tuhannya setelah menderita sakit demam. Kemudian Rasulullah SAW mengawinkan Utsman dengan Ummu Kultsum. Semoga Allah SWT merahmati Ruqayyah yang hijrah dua kali dan Utsman yang mempunyai dua cahaya, dan semoga Allah SWT membalas keduanya atas jihad dan kesabarannya dengan sebaik-baik balasan. Amiin yaa Robbal'aalamiin.
Read Post | comments

Zainab binti Muhammad SAW

Zainab telah wafat sejak 15 abad yang lalu, tetapi dia meninggalkan kenangan terbaik dan menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan sebagai isteri, keikhlasan cinta dan ketulusan iman. Zainab dilahirkan pada tahun 30 setelah kelahiran Nabi SAW. Ketika mencapai usia perkawinan, bibinya, Halah binti Khuwailid, saudara Ummul Mu'minin Khadijah meminang untuk puteranya, Abil Ash bin Rabi'. Semua pihak setuju dan ridha. Zainab binti Muhammad SAW diboyong ke rumah Abil Ash bin Rabi'. [Ibnu Sa'ad menyebutkan bahwa Abil Ash mengawini Zainab sebelum Nabi SAW diangkat menjadi Nabi. Imam Adz-Dzahabi berkata : Ini adalah jauh. Kemudian dia berkata : Zainab masuk Islam dan hijrah 6 tahun sebelum suaminya masuk Islam. Khadijah pergi menemui kedua suami isteri yang saling mencintai itu dan mendoakan agar keduanya mendapatkan berkah. Kemudian dia melepas kalungnya dan menggantungkannya ke leher Zainab sebagai hadiah bagi pengantin. Perkawinan itu berlangsung sebelum turun wahyu kepada ayahnya, Nabi SAW.



Ketika cahaya Tuhannya menerangi bumi, Zainab pun beriman. Akan tetapi Abil Ash tidak mudah meninggalkan agamanya. Maka kedua suami isteri itu merasa bahwa kekuatan yang lebih kuat dari cinta mereka berusaha memisahkan antara keduanya. Abil Ash tetap membangkang dan berkata :"Tidak akan tercapai tujuan di antara kita, wahai Zainab, kecuali engkau tetap dalam agamamu dan aku tetap dalam agamaku."Adapun Zainab, maka dia berkata :"Sabarlah, wahai suamiku, Engkau tidak halal bagiku selama engkau tetap memeluk agama itu. Maka serahkan aku kepada ayahku atau masuklah Islam bersamaku. Zainab tidak akan menjadi milikmu sejak hari ini, kecuali bila engkau beriman pada agama yang aku imani." Pasangan suami isteri itu terdiam sebentar sambil merenung. Keduanya sadar ketika terdengar suara yang membisikkan kepada keduanya :"Jika agama memisahkan antara kedua jasad mereka, maka cinta mereka akan tetap ada hingga keduanya dipersatukan oleh sebuah agama."



Hari-hari berlalu dalam keadaan ini setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Pasukan Quraisy berangkat menuju Badr untuk memerangi Rasul SAW dan di antara mereka terdapat Abil Ash bin Rabi', bukan untuk menyatakan ke-Islamannya, tetapi untuk memerangi Rasul SAW. Situasi menjadi kritis ketika Abil Ash jatuh menjadi tawanan di tangan kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah SAW di Madinah. Kemudian kaum Quraisy mengutus orang untuk menebus tawanan-tawanannya. Zainab pun mengirimkan harta dan sebuah kalung untuk menebus tawanannya, Abil Ash bin Rabi'. Ketika Rasulullah SAW melihat kalung itu, beliau merasa iba hatinya dan bersabda : "Jika kalian tidak keberatan melepaskan tawanan dan mengembalikan harta miliknya, maka lakukanlah." Mereka menjawab :"Baiklah, wahai Rasulullah." Kemudian mereka melepaskannya dan mengembalikan harta milik Zainab. Di sini Rasulullah SAW mendapat janji dari Abil Ash untuk

membebaskan Zainab dan mengembalikannya kepada beliau di Madinah.



Abil Ash kembali ke Mekkah dan di dalam jiwanya terdapat gambaran yang lebih cemerlang dari isteri yang berbakti dan mulia ini. Maka dia kembali bukan untuk berterima kasih atas kebaikan Zainab kepadanya, akan tetapi untuk berkata kepadanya : "Kembalilah kepada ayahmu, wahai Zainab." Dia telah memenuhi janjinya kepada Rasulullah SAW untuk membiarkan Zainab pergi kepada Nabi SAW. Abil Ash tidak kuasa menahan tangisnya dan tidak dapat mengantarkannya ke tepi dusun di luar Mekkah, di mana telah menunggu Zaid bin Haritsah dan seorang laki-laki Anshor. Bagaimana dia mampu melepaskan orang yang dicintainya, sedang dia mengetahui bahwa, itu merupakan perpisahan terakhir selama kekuasaan agama ini berdiri di antara kedua hati dan masing-masing berpegang pada agamanya. Abil Ash berkata kepada saudaranya, Kinanah bin Rabi' :"Hai, Saudaraku, tentulah engkau mengetahui kedudukannya dalam jiwaku. Aku tidak menginginkan seorang wanita Quraisy di sampingnya dan engkau tentu tahu bahwa aku tidak sanggup meninggalkannya. Maka temanilah dia menuju tepi dusun, di mana telah menungggu dua utusan Muhammad. Perlakukanlah dia dengan lemah lembut dalam perjalanan dan perhatikanlah dia sebagaimana engkau memperhatikan wanita-wanita terpelihara. Lindungilah dia dengan panahmu hingga anak panah yang penghabisan."



Di saat Zainab sedang bersiap-siap untuk menyusul ayahnya, datanglah Hind binti Utbah, menemuinya, dan dia berkata :"Wahai, puteri Muhammad, aku mendengar bahwa engkau akan menyusul ayahmu !" Zainab menjawab :"Aku tidak ingin melakukannya." Hind berkata :"Wahai puteri pamanku, jangan engkau lakukan. Jika engkau mempunyai keperluan akan suatu barang yang menjadi bekal dalam perjalananmu atau harta yang hendak engkau sampaikan kepada ayahmu, maka aku akan memenuhi keperluanmu. Maka janganlah engkau segan kepadaku, karena sesuatu yang masuk di antara orang-orang lelaki tidaklah masuk di antara orang-orang wanita." Zainab berkata : "Demi Allah, aku tidak melihatnya mengatakan hal itu, kecuali untuk melakukannya, tetapi aku takut kepadanya. Maka aku menyangkal bahwa aku akan pergi dan aku pun bersiap-siap." Setelah menyelesaikan persiapannya, iparnya, Kinanah bin Rabi' menyerahkan kepada Zainab seekor unta, lalu dinaikinya. Kinanah mengambil busur dan anak panahnya. Kemudian dia keluar membawa Zainab diwaktu siang dan Zainab duduk di dalam pelangkinnya, sementara Kinanah menuntun untanya. Akan tetapi, apakah Quraisy membiarkannya keluar setelah mereka mengalami kekalahan di Badr. Bagaimana dia boleh keluar sementara orang-orang melihat dan mendengarnya ? Tidak...sekali lagi tidak ! Banyak orang laki-laki Quraisy telah membicarakan hal itu. Maka keluarlah mereka untuk mencarinya hingga mereka berhasil menyusul di Dzi Thuwa. Yang pertama kali menemukannya adalah Habbar bin Aswad bin Muththalib dan Nafi' bin Abdul Qais. Habbar menakutinya dengan tombak. Di saat itu Zainab berada di dalam pelangkinnya dan dia sedang dalam keadaan hamil. Ketika pulang, dia mengalami keguguran kandungannya.



Iparnya marah dan berkata kepada para penyerang :"Demi Allah, tidak seorang pun yang mendekat kepadaku, melainkan aku akan memanahnya." Maka orang-orang bubar meninggalkannya. Abu Sufyan bersama rombongan Quraisy datang kepadanya dan berkata :"Hai, orang laki-laki, tahanlah panahmu hingga aku berbicara kepadamu."Maka Kinanah menahan panahnya. Abu Sufyan datang menghampirinya dan berkata :"Tindakanmu tidak tepat. Engkau keluar membawa wanita secara terang-terangan di hadapan orang banyak. Sesungguhnya hal itu menunjukkan kehinaan yang menimpa kita akibat musibah dan bencana yang telah kita alami sebelumnya. Sesungguhnya hal itu menunjukkan kelemahan kita. Demi umurku, kami tidak perlu mencegahnya untuk pergi kepada ayahnya. Kami tidak ingin membalas dendam, tetapi kembalikan wanita itu." Tatkala suara sudah reda, Kinanah membawa Zainab pada waktu malam, lalu menyerahkannya kepada Zaid bin Haritsah dan temannya. Keduanya pergi mengantarkan Zainab kepada Rasulullah SAW. Suami isteri jadi berpisah. Tidak ada jalan untuk bertemu. Abil Ash tinggal di Makkah menyendiri dengan pikiran kacau dan hati terluka. Zainab pun tinggal di Madinah dengan badan yang sakit dan hati yang lemah. Kalau saja bukan karena iman dan takwa yang menguatkan tekadnya, tentu dia lekas mati dan tidak dapat bertemu.



Tahun demi tahun berlalu, Abil Ash keluar bersama kafilah dagangnya menuju Syam. Dalam perjalanan pulang dia berjumpa pasukan Rasulullah SAW yang berhasil merampas hartanya, akan tetapi dia bisa lolos. Dia telah kehilangan hartanya dan harta titipan orang banyak. Abil Ash tidak dapat mengembalikan barang-barang titipan itu kepada para pemiliknya. Maka apa yang harus dilakukannya ? Dia teringat Zainab yang memberinya imbalan berupa cinta dan kesetiaan. Maka Abil Ash memasuki Madinah pada waktu malam dan mohon kepada Zainab agar melindungi dan membantunya untuk mengembalikan hartanya. Maka Zainab pun melindunginya. Orang-orang berlari ke masjid Rasulullah SAW, bertakbir bersama kaum Muslimin. Tiba-tiba terdengar suara teriakan di belakang dinding :"Hai, orang-orang, aku telah melindungi Abil Ash bin Rabi'. Dia dalam lindungan dan jaminanku." Ternyata, Zainablah yang berseru itu. Rasulullah SAW menyelesaikan shalatnya, lalu beliau menemui orang banyak dan bersabda :"Wahai, orang-orang, apakah kalian mendengar apa yang aku dengar ? Sesungguhnya serendah rendah orang Muslim adalah dapat memberi perlindungan." Kemudian beliau masuk menemui puterinya dan berbicara kepadanya, Nabi SAW berpesan :"Wahai, puteriku, muliakanlah tempatnya dan jangan sampai dia lolos kepadamu, karena engkau tidak halal baginya selama dia masih musyrik."



Nabi SAW terkesan melihat kesetiaan puterinya kepada suaminya yang ditinggalkan dan dia putuskan hubungan syahwat dengannya karena perintah Allah SWT. Di samping itu, Zainab pun masih tetap memberinya kebaktian, kesetiaan dan pertolongan : yaitu kebaktian sebagai wanita muslim, kesetiaan sebagai teman dan pertolongan sebagai manusia. Abil Ash mendapatkan dari Nabi SAW apa yang didengar dan diketahuinya, sehingga dia menyembunyikan dalam hatinya harapan kepada Allah. Kemudian, Nabi SAW mengutus orang kepada pasukan yang merampas harta Abil Ash. Beliau berkata :"Sesungguhnya kalian telah mengetahui kedudukan orang ini terhadap kami. Kalian telah merampas hartanya. Jika kalian berbuat baik kepadanya dan mengembalikan hartanya, maka kami menyukai hal itu. Jika kalian menolak, maka itu adalah fai' dari Allah yang diberikan- Nya kepada kalian dan kalian lebih berhak atasnya." Mereka berkata : "Kami akan mengembalikannya kepada Abil Ash." Beberapa orang di antara mereka berkata : "Hai, Abil Ash, maukah engkau masuk Islam dan mengambil harta benda ini, karena semua ini milik orang-orang musyrik?" Abil Ash menjawab : "Sungguh buruk awal Islamku, jika aku mengkhianati amanatku." Maka mereka mengembalikan harta itu kepadanya demi kemuliaan Rasulullah SAW dan sebagai penghormatan kepada Zainab.



Laki-laki itu pun kembali ke Mekkah dengan membawa hartanya dan harta orang banyak. Jiwanya dipenuhi berbagai makna dan di antara kedua matanya terlihat gambaran yang tidak meninggalkannya. Setelah mengembalikan harta kepada pemiliknya masing-masing, Abil Ash berdiri dan berkata :"Wahai, kaum Quraisy, apakah masih ada harta seseorang di antara kalian padaku ?" Mereka menjawab : "Tidak. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Kami telah mendapati kamu seorang yang jujur dan mulia." Abil Ash berkata : "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Demi Allah, tiada yang menghalangi aku masuk Islam di hadapannya, kecuali karena aku khawatir mereka menyangka aku ingin makan harta kalian. Setelah Allah menyampaikannya kepada kalian dan aku selesai membagikannya, maka aku masuk Islam." Asy-Sya'bi berkata : "Zainab masuk Islam dan hijrah, kemudian Abil Ash masuk Islam sesudah itu, dan Islam tidak memisahkan antara keduanya." [Adz-Dzahabi, "Siyar A'laamin Nubala'. Demikian pula kata Qatadah : Dia berkata :"Kemudian diturunkan surah Baro'ah sesudah itu. Maka, jika ada seorang wanita masuk Islam sebelum suaminya, dia hanya boleh mengawininya dengan nikah baru."] Abil Ash keluar dari Mekkah, hijrah menuju Madinah dengan mendapat petunjuk iman dan keyakinan.



Suami isteri yang saling mencintai bertemu untuk kedua kalinya setelah lama berpisah. Akan tetapi isteri yang setia itu telah menunaikan kewajiban dan menyelesaikan urusan dunianya ketika menyadarkan laki-laki yang dicintainya serta memenuhi hak suaminya sesuai dengan kadar cintanya kepada suami. Tidak lama setelah pertemuan itu, Zainab meninggal dunia. Zainab meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah dan Rasulullah SAW sangat sedih atas kepergiannya. Zainab meninggal dunia setelah meninggalkan kenangan terbaik. Dia telah menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan isteri, keikhlasan cinta dan kebenaran iman. Tidaklah mengherankan apabila suaminya berkata dalam suatu perjalanannya ke Syam : "Puteri Al-Amiin, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan setiap suami akan memuji sesuai dengan yang diketahuinya."

Read Post | comments

Ramlah - Ummu Habibah

Alangkah perlunya kaum muslimin hari ini untuk mengkaji perjalanan hidup sayyidah yang agung ini, agar mereka menyadari betapa jauhnya perbandingan antara mereka dengan generasi awal yang keluar dari madrasah nubuwwah, sehingga mereka mengetahui betapa pengaruh iman itu sangat menakjubkan pada jiwa mereka yang menyambut panggilan Allah dan Rasul-Nya. Hingga mereka menjadi lentera yang menebarkan petunjuk dan cahaya. Dan di antara lentera tersebut adalah Ummul Mukminin, Ramlah binti Abu Sufyan seorang pemuka Quraisy dan pimpinan orang-orang musyrik hingga Fathu Makkah. Akan tetapi Ramlah binti Abu Sufyan tetap beriman sekalipun ayahnya memaksa beliau untuk kafir ketika itu. Dan Abu Sufyan tak kuasa memaksakan kehendaknya agar putrinya tetap dalam keadaan kafir. Justru beliau menunjukkan kuatnya pendirian dan mantapnya kemauan. Beliau rela menanggung beban yang melelahkan dan beban yang berat karena memperjuangkan aqidahnya.



Pada mulanya beliau menikah dengan Ubaidullah bin jahsy yang Islam seperti beliau. Tatkala kekejaman orang-orang kafir atas kaum muslimin mencapai puncaknya, Ramlah berhijrah menuju Habsyah bersama suaminya. Dan disanalah beliau melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Habibah dan dengan nama anaknya inilah beliau dijuluki (Ummu Habibah). Ummu Habibah senantiasa bersabar dalam memikul beban lantaran memperjuangkan diennya dalam keterasingan dan hanya seorang diri, jauh dari keluarga dan kampung halaman bahkan terjadi musibah yang tidak dia sangka sebelumnya. Beliau bercerita: "Aku melihat didalam mimpi, suamiku Ubaidullah bin Jahsy dengan bentuk yang sangat buruk dan menakutkan. Maka aku terperanjat dan terbangun, kemudian aku memohon kepada Allah dari hal itu. Ternyata tatkala pagi, suamiku telah memeluk agama Nasrani. Maka aku ceritakan mimpiku kepadanya namun dia tidak menggubrisnya". Si murtad yang celaka ini mencoba dengan segala kemampuannya untuk membawa istrinya keluar dari diennya namun Ummu Habibah menolaknya dan dia telah merasakan lezatnya iman. Bahkan beliau justru mengajak suaminya agar tetap didalam Islam namun dia malah menolak dan membuang jauh ajakan tersebut dan dia semakin asyik dengan khamr. Hal itu berlangsung hingga dia mati.



Hari-hari berlalu di bumi hijrah sementara dirinya berada dalam dua ujian; pertama, jauh dari sanak saudara dan kampung halaman. Kedua, ujian karena menjadi seorang janda tanpa seorang pendamping. Akan tetapi beliau dengan keimanan yang tulus yang telah Allah karuniakan kepadanya, mampu menghadapi ujian berat tersebut. Allah berkehendak untuk membulatkan tekadnya, maka dia melihat dalam mimpinya ada yang menyeru dia: "Wahai Ummul Mukminin�.!". Maka beliau terperanjat dan terbangun karena mimpi tersebut. Beliau menakwilkan mimpi tersebut bahwa Rasulullah kelak akan menikahinya. Setalah selesai masa 'iddahnya, tiba-tiba ada seorang jariyah dari Najasyi yang memberitahukan kepada beliau bahwa dirinya telah dipinang oleh pimpinan semua manusia seutama-utama shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada beliau. Alangkah bahagianya beliau mendengar kabar gembira tersebut hingga beliau berkata: "Semoga Allah memberikan kabar gembira untukmu". Kemudian beliau menanggalkan perhiasan dan gelang kakinya untuk diberikan kepada Jariyah (budak wanita) yang membawa kabar tersebut saking senangnya. Kemudian beliau meminta Khalid bin Sa'ad bin al-'Ash untuk menjadi wakil baginya agar menerima lamaran Najasyi yang mewakili Rasulullah Shallall�hu 'alaihi wasallam untuk menikahkan beliau dengan Ummu Habibah setelah Rasulullah� menerima kabar tentang keadaan beliau dan ujian yang dia hadapi dalam menapaki jalan diennya. Sedangkan tiada seorangpun yang menolong dan membantu dirinya. Pada suatu sore, Raja Najasyi mengumpulkan kaum muslimin yang berada di Habasyah, maka datanglah mereka dengan dipimpin oleh Ja'far bin Abi Thalib, putra paman Nabi Shallall�hu 'alaihi wasallam.



Amma ba'du, Sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah mengirim surat untukku untuk melamarkan Ummu Habibah binti Abu Sufyan dan Ummu Habibah telah menerima lamaran Rasulullah, adapun maharnya adalah 400 dinar". Kemudian beliau letakkan uang tersebut didepan kaum muslimin. Kemudian Khalid bin Sa'id berkata:"Segala puji bagi Allah, aku memuji-Nya dan memohon pertolongan-Nya, aku bersaksi bahwa tiada ilah yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang Allah mengutusnya dengan membawa hidayah dan dein yang haq untuk memenangkan dien-Nya walaupun orang-orang musyrik benci. Amma ba'du, aku terima lamaran Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam dan aku nikahkan beliau dengan Ummu Habibah binti Abu Sufyan, semoga Allah memberkahi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam. Selanjutnya Najasyi menyerahkan dinar tersebut kepada Khalid bin Sa'id kemudian beliau terima. Najasyi mengajak para sahabat untuk mangadakan walimah dengan mengatakan: "Kami persilahkan anda untuk duduk karena sesungguhnya sunnah para Nabi apabila menikah hendaklah makan-makan untuk merayakan pernikahan".



Setelah kemenangan Khaibar, sampailah rombongan Muhajirin dari Habasyah, maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Dengan sebab apa aku harus bergembira,karena kemenangan Khaibar atau karena datangnya Ja'far?" Sedangkan Ummu Habibah bersama rombongan yang datang. Maka bertemulah Rasululah Shallallaahu 'alaihi wa sallam dengannya pada tahun keenam atau ketujuh hijriyah. Kala itu Ummu Habibah berumur 40 tahun saat menduduki sebagai bintang berseri diantara istri-istri beliau dan jadilah beliau Ummul Mukminin. Ummu Habibah menempatkan urusan dien pada tempat yang pertama, beliau utamakan� aqidahnya daripada famili. Beliau telah mengumandangkan bahwa loyalitas beliau adalah untuk Allah dan Rasul-Nya bukan untuk seorangpun selaiin keduanya.



Hal itu dibuktikan sikap beliau terhadap ayahnya, Abu Sufyan, tatkala suatu ketika ayahnya masuk ke rumah beliau sedangkan beliau ketika itu telah menjadi istri Rasulullah di Madinah. Sang ayah datang untuk meminta bantuan kepada beliau agar menjadi perantara antara dirinya dengan Rasulullah untuk memperbaharui perjanjian Hudaibiyah yang telah dikhianati sendiri oleh orang-orang musyrik. Abu Sufyan ingin duduk diatas tikar Nabi, namun tiba-tiba dilipat oleh Ummu Habibah, maka Abu Sufyan bertanya dengan penuh keheranan: "Wahai putriku aku tidak tahu mengapa engkau melarangku duduk di tikar itu, apakah engkau malarang aku duduk diatasnya?". Beliau menjawab dengan keberanian dan ketenangan tanpa ada rasa takut terhadap kekuasaan dan kemarahan ayahnya: "Ini adalah tikar Rasulullah sedangkan engkau adalah orang musyrik yang najis, aku tidak ingin engkau duduk diatas tikar Rasulullah". Abu Sufyan berkata:"Demi Allah engkau akan menemui hal buruk sepeningalku nanti". Namun Ummu Habibah menjawab dengan penuh wibawa dan percaya diri: "bahkan semoga Allah memberi hidayah kepadaku dan juga kepada anda wahai ayah, pimpinan Quraisy, apa yang menghalangi anda masuk Islam? sedangkan engkau menyembah batu yang tidak dapat melihat maupun mendengar!!". Maka Abu Sufyan pergi dengan marah dan membawa kegagalan.



Setelah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam menghadap ar-Rafiiqul A'la, Ummu Habibah melazimi rumahnya. Beliau tidak keluar rumahnya kecuali untuk shalat dan beliau tidak meninggalkan Madinah kecuali untuk haji hingga sampailah waktu wafat yang di tunggu-tunggu tatkala berumur tujuh puluhan tahun. Beliau wafat 44 H/664 M setelah memberikan keteladanan yang paling tinggi dalam menjaga kewibawaan diennya dan bersemangat atasnya, tinggi dan mulya jauh dari pengaruh jahiliyah dan tidak menghiraukan nasab manakala bertentangan dengan aqidahnya, semoga Allah meridhainya.
Read Post | comments

Maimunah binti Al Harits

Dialah Maimunah binti al-Harits bin Huzn bin al-Hazm bin Ruwaibah bin Abdullah bin Hilal bin Amir bin Sha�sha�ah al-Hilaliyah. Saudari dari Ummul Fadhl istri Abbas. Beliau adalah bibi dari Khalid bin Walid dan juga bibi dari Ibnu Abbas. Beliau termasuk pemuka kaum wanita yang masyhur dengan keutamaannya, nasabnya dan kemuliaannya. Pada mulanya beliau menikah dengan Mas�ud bin Amru ats-Tsaqafi sebelum masuk Islam sebagaimana beliau. Namun beliau banyak mondar-mandir ke rumah saudaranya Ummul Fadhl sehingga mendengar sebagian kajian-kajian Islam tentang nasib dari kaum muslimin yang berhijrah. Sampai kabar tentang Badar dan Uhud yang mana hal itu menimbulkan bekas yang mendalam dalam dirinya.



Tersiar berita kemenangan kaum muslimin pada perang Khaibar, maka dia juga turut bergembira. Namun dia mendapatkan suaminya dalam keadaan berduka cita karena kemenangan kaum muslimin. Hal itu memicu mereka pada pertengkaran yang mengakibatkan perceraian. Maka beliau keluar dan menetap di rumah al-�Abbas. Ketika telah tiba waktu yang telah di tetapkan dalam perjanjian Hudaibiyah yang mana Nabi diperbolehkan masuk Mekkah selama tiga hari untuk menunaikan haji. Pada hari itu kaum muslimin masuk Mekkah dengan rasa aman. Terdengarlah suara orang-orang mukmin membahana, �Labbaikall�humma Labbaika Labbaika L� Syar�ka Laka Labbaik��. Mereka mendatangi Mekkah setelah beberapa waktu Mekkah berada dalam kekuasaan orang musyrik. Maka orang-orang musyrikin segera menuju bukit-bukit karena mereka tidak kuasa melihat Muhammad dan para sahabatnya kembali ke Mekkah dengan terang-terangan dan penuh wibawa. Yang tersisa hanyalah para laki-laki dan wanita yang menyembunyikan keimanan dan mengimani bahwa pertolongan sudah dekat.



Maimunah adalah salah seorang yang menyembunyikan keimanannya. Beliau mendengarkan suara penuh keagungan dan kebesaran. Beliau tidak berhenti sebatas menyembunyikan keimanan akan tetapi beliau ingin agar dapat masuk Islam secara sempurna dengan penuh Izzah (kewibawaan) yang tulus agar terdengar oleh semua orang tentang keinginannya untuk masuk Islam. Dan diantara harapannya adalah kelak akan bernaung di bawah atap Nubuwwah sehingga dia dapat minum pada mata air agar memenuhi perilakunya yang haus akan aqidah yang istimewa tersebut, yang akhirnya merubah kehidupan beliau menjadi seorang pemuka bagi generasi yang akan datang. Dia bersegera menuju saudara kandungnya yakni Ummu fadhl dengan suaminya �Abbas dan diserahkanlah urusan tersebut kepadanya. Tidak ragu sedikitpun Abbas tentang hal itu bahkan beliau bersegera menemui Nabi dan menawarkan Maimunah untuk Nabi. Akhirnya Nabi menerimanya dengan mahar 400 dirham. Dalam riwayat lain, bahwa Maimunah adalah seorang wanita yang menghibahkan dirinya kepada Nabi.



Ketika sudah berlalu tiga hari sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian Hudaibiyah, orang-orang Quraisy mengutus seseorang kepada Nabi Shallall�hu �alaihi wa sallam. Mereka mengatakan: �Telah habis waktumu maka keluarlah dari kami�. Maka Nabi Shallall�hu �alaihi wa sallam menjawab dengan ramah : �Bagaimana menurut kalian jika kalian bairkan kami dan aku marayakan pernikahanku ditengah-tengah kalian dan kami suguhkan makanan untuk kalian???!� Maka mereka manjawab dengan kasar : �Kami tidak butuh makananmu maka keluarlah dari negeri kami!�.



Sungguh ada rasa keheranan yang disembunyikan pada diri kaum musyrikin selama tinggalnya Nabi Shallall�hu �alaihi wa sallam di Mekkah, yang mana kedatangan beliau meninggalkan kesan yang mendalam pada banyak jiwa. Sebagai bukti dialah Maimunah binti Harits, dia tidak cukup hanya menyatakan keislamannya bahkan lebih dari itu beliau daftarkan dirinya menjadi istri Rasul Shallall�hu �alaihi wa sallam sehingga membangkitkan kemarahan mereka. Untuk berjaga-jaga, Rasulullah Shallall�hu �alaihi wa sallam tidak mengadakan walimatul �Urs dirinya dengan Maimunah di Mekkah. Beliau mengizinkan kaum muslimin berjalan menuju Mekkah. Tatkala sampai disuatu tempat yang disebut �Sarfan� yang beranjak 10 mil dari Mekkah maka Nabi Shallall�hu �alaihi wa sallam memulai malam pertamanya bersama Maimunah. Hal itu terjadi pada bulan Syawal tahun 7 Hijriyah.



Mujahid berkata:�Dahulu namanya adalah Bazah namun Rasulullah Shallall�hu �alaihi wa sallam menggantinya dengan Maimunah. Maka sampailah Maimunah ke Madinah dan menetap di rumah nabawi yang suci sebagaimana cita-citanya yang mulai, yakni menjadi Ummul Mukminin yang utama, menunaikan kewajiban sebagai seorang istri dengan sebaik-baiknya, mendengar dan ta�at, setia serta ikhlas. Setelah Nabi Shallall�hu �alaihi wa sallam menghadap ar-Rafiiqul A�la, Maimunah hidup selama bertahun-tahun hingga 50 tahunan. Semuanya beliau jalani dengan baik dan takwa serta setia kepada suaminya penghulu anak Adam dan seluruh manusia yakni Muhammad bin Abdullah Shallall�hu �alaihi wa sallam. Hingga, karena kesetiaannya kepada suaminya, beliau berpesan agar dikuburkan di tempat dimana dilaksanakan Walimatul �urs dengan Rasulullah.



Maimunah wafat 50 H/670 M. �Atha� berkata:�Setelah beliau wafat, saya keluar bersama Ibnu Abbas. Beliau berkata:�Apabila kalian mengangkat jenazahnya, maka kalian janganlah menggoncang-goncangkan atau menggoyang-goyangkan�. Beliau juga berkata:�Lemah lembutlah kalian dalam memperlakukannya karena dia adalah ibumu�. Berkata �Aisyah setelah wafatnya Maimunah: �Demi Allah! telah pergi Maimunah, mereka dibiarkan berbuat sekehendaknya. Adapun, demi Allah! beliau adalah yang paling takwa diantara kami dan yang paling banyak bersilaturrahim�. Keselamatan semoga tercurahkan kepada Maimunah yang mana dengan langkahnya yang penuh keberanian tatkala masuk Islam secara terang-terangan membuahkan pengaruh yang besar dalam merubah pandangan hidup orang-orang musyrik dari jahiliyah menuju dienullah seperti Khalid dan Amru bin �Ash radhiallaahu 'anhu dan semoga Allah meridhai para sahabat seluruhnya.

Read Post | comments

Mariyah Qibtiyah

Mariyah Qibtiyah adalah seorang wanita asal Mesir yang dihadiahkan oleh Muqaudis, penguasa Mesir kepada Rasulullah tahun 7 H. Setelah dimerdekakan Mariyah lalu dinikahi oleh Rasulullah SAW tahun 628 M dan mendapat seorang putra yang bernama Ibrahim namun putra Rasulullah tersebut meninggal sewaktu masih kecil. Setelah Rasulullah wafat, Mariyah dibiayai kehidupannya oleh Abu Bakar dan kemudian Umar. Mariyah wafat pada tahun 16 H atau 637 M.

Read Post | comments

Shafiyah binti Huyay

Beliau adalah Shafiyyah binti Huyai binti Akhthan bin Sa'yah cucu dari Al-Lawi bin Nabiyullah Israel bin Ishaq bin Ibrahim a.s, termasuk keturunan Rasulullah Harun a.s. Shafiyyah adalah seorang wanita yang cerdas dan memiliki kedudukan yang terpandang, berparas cantik dan bagus diennya. Sebelum Islamnya beliau menikah dengan Salam bin Abi Al-Haqiq, kemudian setelah itiu dia menikah dengan Kinanah bin Abi Al-Haqiq. Keduanya adalah penyair yahudi. Kinanah terbunuh pada waktu perang Kkaibar, maka beliau termasuk wanita yang di tawan bersama wanita-wania lain. Bilal "Muadzin Rasululllah" menggiring Shafiyyah dan putri pamannya.mereka meleweti tanah lapang yang penuh dengan mayat-mayat orang Yahudi. Shafiyyah diam dan tenang dan tidak kelihatan sedih dan tidak pula meratap mukanya, menjerit dan menaburkan pasir pada kepalanya.



Kemudian keduanya dihadapkan kepada Rasulullah saw, Shafiyyah dalam keadaan sedih namun tetap diam, sedangkan putri pamanya kepalanya penuh pasir, merobek bajunya karena maresa belum cukup ratapannya. Maka Rasulullah saw bersabda sedangkan tersirat rasa tidak suka pada wajah beliau : "Enyahkanlah syetan ini dariku." Kemudian beliau saw mendekati Shafiyyah kemudian mengarahkan pandangan atasnya dengan ramah dan lembut, kemudian bersabda kepada Bilal : "Wahai Bilal aku berharap engkau mendapat rahmat tatkala engkau bertemu dengan dua orang wanita yang suaminya terbunuh."



Selanjutnya Shafiyyah dipilih untuk beliau dan beliau mengulurkan selendang belieu kepada Shafiyyah, hal itu sebagai pertandan bahwa Rasulullah saw telah memilihnya untuk dirinya. Hanya kaum muslimin tidak mengetahui apakah Shafiyyah di ambil oleh Rasulullah sebagai istri atau sebagai budak atau sebagai anak ? Maka tatkala beliau berhijab Shafiyyah, maka barulah mereka tahu bahwa Rasulullah saw mengambilnya sebagai istri. Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Anas r.a bahwa Rasulullah tatkala mengambil Shafiyyah binti Huyai belaiu bertanya kepadanya, "Maukah engkau menjadi istriku?" Maka Shafiyyah menjawab,"Ya Rasulullah sungguh aku telah berangan-angan untuk itu tatkala masih musyrik, maka bagaimana mungkin aku tidak inginkan hal itu manakala Allah memungkinkan itu saat aku memeluk Islam ?"



Tatkala Shafiyyah telah suci Raslullah saw menikahinya, sedangkan maharnya adalah merdekanya Shafiyyah. Setalah Setelah beliau perkirakan rasa takut telah hilang pada diri Shafiyyah, beliau mengajaknya pergi menuju ke sebuah rumah yang berjarak enam mil dari Khaibar. Nabi saw menginginkan diri Shafiyyah ketika itu, namun dia menolaknya. Ada rasa kecewa pada diri Nabi karena penolakan tersebut. Kemudian Rasulullah saw melanjutkan perjalanannya ke Madinah bersama bala tentaranya, tatkala mereka sampai di Shabba' jauh dari Khaibar mereka berhenti untuk beristirahat. Pada saat itulah timbul keinginan untuk merayakan walimatul 'urs. Maka didatangkanlah Ummu Anas bin Malik r.a, beliau menyisir rambut Shafiyyah, menghiasi dan memberi wewangian hingga karena kelihaian dia dalam merias, Ummu Sinan Al-Aslamiyah berkata bahwa beliau belum pernah melihat wanita yang lebih putih dan cantik dari Shafiyyah. Maka diadakanlah walimatul 'urs, maka kaum muslimin memakan lezatnya kurma, mentega dan keju Khaibar hingga kenyang.



Rasulullah saw masuk ke kamar Shafiyyah sedangkan masih terbayang pada beliau penolakan Shafiyyah tatkala ajakan beliau yang pertama, maka Shafiyyah menerima Nabi untuk menjalani manjalani malam pertama dengan lembut beliau menceritakan sebuah cerita yang menakjubkan. Beliau bercerita bahwa tatkala malam pertamanya dengan Kinanah bin Rabi', pada malam itu beliau bermimpi bahwa bulan telah jatuh kekamarnya. Tatkala bangun belaiu ceritakan hal itu kepada Kinanah.maka dia berkata dengan marah:"Mimpimu tidak ada takwil lain melainkan kamu berangan-angan mendapatkan raja Hijaz Muhammad. Maka dia tampar wajahnya beliau dengan keras sehingga bekasnya masih ada, Nabi saw mendengarnya sambil tersenyum kemudian bertanya, "Mengapa engaku menolak dariku tatkala kita menginap yang pertama?"Maka beliau menjawab,'Saya khawatir terhadap diri anda karena dekat Yahudi Maka menjadi berseri-serilah wajah Nabi yang mulia serta lenyaplah kekecewaan hatinya maka Nabi melewati malam pertamanya tatkala Shafiyyah berumur 17 tahun.



Tatkala rombongan sampai di Madinah Rasulullah perintahkan agar pengantin wanita tidak langsung di ketemukan dengan istri-istri beliau yang lain. Beliau turunkan Shafiyyah di rumah sahabatnya yang bernama Haritsah bin Nu'man. Ketika wanita-wanita Anshar mendengar kabat tersebut ,mereka datang untuk melihat kecantikannya.Nabi saw memergoki 'Aisyah keluar sambil menutupi dirinya serta berhati-hati (agar tidak dilihat Nabi) kemudian beliau masuk kerumah Haritsah bin Nu'man .Maka beliau menunggunya sampai 'Aisyah keluar.Maka tatkala beliau keluar,Rasulullah memegang bajunya seraya bertanya dengan tertawa, "bagaimana menurut mendapatmu wahai yang kemerah-merahan?"'Aisyah menjawab sementara cemburu menghiasi dirinya, "Aku lihat dia adalah wanita Yahudi." Maka Rasulullah membantahnya dan bersabda : "Jangan berkata begitu, karena sesungguhnya dia telah Islam dan bagus keislamannya."



Selajutnya Shafiyyah berpindah ke rumah Nabi menimbulkan kecemburuan istri-istri beliau yang lain karena kecantikannya. Mereka juga mengucapkan selamat atas apa yang telah beliau raih. Bahkan dengan nada mengejek mereka mengatakan bahwa mereka adalah wanita-wanita Quraisy, wanita-wanita Arab sedangkan dirinya adalah wanita asing. Bahkan suatu ketika sampai keluar dari lisan Hafshah kata-kata, "Anak seorang Yahudi" hingga menyebabkan beliau menangis .Tatkala itu Nabi masuk sedangkan Shafiyyah masih dalam keadaan menangis. Beliau bertanya,"Apa yang membuatmu menangis?"Beliau menjawab, Hafshah mengatakan kepadaku bahwa aku adalah anak seorang Yahudi.Rasulullah saw bersabda "Sesungguhnys engkau adalah seorang putri seorang Nabi dan paman mu adalah seorang Nabi, suamipun juga seorang Nabi lantas dengan alasan apa dia mengejekmu?" Kemudian beliau bersabda kepada Hafshah, "Bertakwalah kepada Allah wahai Hafshah!"



Maka kata-kata Nabi itu menjadi penyejuk, keselamatan dan keamanan bagi Shafiyyah. Selanjutnya manakala dia mendengar ejekan dari istri Nabi yang lain maka diapun berkata:"Bagaimana bisa kalian lebih baik dariku, padahal suamiku adalah Muhammad, ayahku adalah Harun dan pamanku adalah Musa?" Shafiyyah r.a wafat tahun 50 H tatkala berumur sekitar 50 tahun, ketika masa pemerintahan Mu'awiyah. Beliau dikuburkan di Baqi' bersama Ummuhatul Mukminin.Semoga Allah meridhai mereka semua.

Read Post | comments

Raihanah binti Zaid

Nama lengkapnya Raihanah binti Zaid bin Amru Khunaqah bin Syam'un bin Zaid bin Nadhir. Suaminya Al-Hakam berasal dari Bani Quraizhah. Ketika suaminya terbunuh dan Bani Quraizhah ditawan, Rasulullah menawannya, kemudian ketika masuk islam Rasulullah membebaskannya dan menikahinya di rumah ummul-mundzir dan disuruhnya mengenakan hijab. Beliau memberi dua belas uiqiyah dan satu nasya sebagaimana beliau berikan pada istri-istri yang lain. Suatu waktu pernah sangat cemburu kepada Rasulullah, sehingga beliau menceraikannya. Akibat perceraiannya dia tak dapat tidur dan sangat sedih dan Rasulullah merujuknya kembali hingga ia tetap bersama Rasulullah sampai ia meninggal di sisi beliau.

Read Post | comments

Juwairiyah binti Harits

Nama aslinya adalah Burrah binti Harist. Dia ditawan oleh kaum Muslimin pada perang Bani Musthaliq dan diberikan kepada Tsabit bin Qais sebagai bagian dari rampasan perang. Dia diberi hak oleh Tsabit untuk menebus kemerdekaannya dengan imbalan sejumlah harta. Dia pergi menghadap Rasulullah meminta bantuan, Rasulullah menawarkan kepadanya persetujuannya membayar sejumlah harta yang telah disepakati itu kemudian setelah merdeka Rasulullah menikahinya. Juwariyah wafat pada tahun 56 H
Read Post | comments

Zainab binti Jahsy

Dia adalah Ummul mukminin, Zainab binti Jahsy bin Rabab bin Ya'mar. Ibu beliau bernama Ummyah Binti Muthallib, Paman dari paman Rasulullah Shallall�hu 'alaihi wa sallam. Pada mulanya nama beliau adalah Barra', namun tatkala diperistri oleh Rasulullah, beliau diganti namanya dengan Zainab.



Tatkala Rasulullah Shallall�hu 'alaihi wa sallam melamarnya untuk budak beliau yakni Zaid bin Haritsah (kekasih Rasulullah dan anak angkatnya), maka Zainab dan juga keluarganya tidak berkenan. Rasulullah bersabda kepada Zainab, "Aku rela Zaid menjadi suamimu". Maka Zainab berkata: "Wahai Rasulullah akan tetapi aku tidak berkenan jika dia menjadi suamiku, aku adalah wanita terpandang pada kaumku dan putri pamanmu, maka aku tidak mau melaksanakannya. Maka turunlah firman Allah (artinya): "Dan Tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan�urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata". (Al-Ahzab:36).



Akhirnya Zainab mau menikah dengan Zaid karena ta'at kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, konsekuen dengan landasan Islam yaitu tidak ada kelebihan antara orang yang satu dengan orang yang lain melainkan dengan takwa. Tetapi kehidupan rumah tangga tersebut tidak harmonis, ketidakcocokan mewarnai rumah tangga yang terwujud karena perintah Allah yang bertujuan untuk menghapus kebiasaan-kebiasaan dan hukum-hukum jahiliyah dalam perkawinan. Tatkala Zaid merasakan betapa sulitnya hidup berdampingan dengan Zainab, beliau mendatangi Rasulullah Shallall�hu 'alaihi wa sallam mengadukan problem yang dihadapi dengan memohon izin kepada Rasulullah untuk menceraikannya. Namun beliau bersabda: "Pertahankanlah istrimu dan bertakwalah kepada Allah".



Padahal beliau mengetahui betul bahwa perceraian pasti terjadi dan Allah kelak akan memerintahkan kepada beliau untuk menikahi Zainab untuk merombak kebiasaan jahiliyah yang mengharamkan menikahi istri Zaid sebagaimana anak kandung. Hanya saja Rasulullah tidak memberitahukan kepadanya ataupun kepada yang lain sebagaimana tuntunan Syar'i karena beliau khawatir, manusia lebih-lebih orang-orang musyrik, akan berkata bahwa Muhammad menikahi bekas istri anaknya.



Begitulah, Allah Subhanahu menikahi Zainab radliall�hu 'anha dengan Nabi-Nya melalui ayat-Nya tanpa wali dan tanpa saksi sehingga ini menjadi kebanggaan Zainab dihadapan Ummahatul Mukminin yang lain. Beliau berkata:"Kalian dinikahkan oleh keluarga kalian akan tetapi aku dinikahkan oleh Allah dari atas 'Arsy-Nya". Dan dalam riwayat lain,"Allah telah menikahkanku di langit". Dalam riwayat lain,"Allah menikahkan ku dari langit yang ketujuh". Dan dalam sebagian riwayat lain,"Aku labih mulia dari kalian dalam hal wali dan yang paling mulia dalam hal wakil; kalian dinikahkan oleh orang tua kalian sedangkan aku dinikahkan oleh Allah dari langit yang ketujuh".



Zainab radliall�hu 'anha adalah seorang wanita shalihah, bertakwa dan tulus imannya, hal itu ditanyakan sendiri oleh sayyidah 'Aisyah radliall�hu 'anha tatkala berkata:"Aku tidak lihat seorangpun yang lebih baik diennya dari Zainab, lebih bertakwa kepada Allah dan paling jujur perkataannya, paling banyak menyambung silaturrahmi dan paling banyak shadaqah, paling bersungguh-sungguh dalam beramal dengan jalan shadaqah dan taqarrub kepada Allah 'Azza wa Jalla". Beliau adalah seorang wanita yang mulia dan baik. Beliau bekerja dengan kedua tangannya, beliau menyamak kulit dan menyedekahkannya di jalan Allah, yakni beliau bagi-bagikan kepada orang-orang miskin. Tatkala 'Aisyah mendengar berita wafatnya Zainab, beliau berkata:"Telah pergi wanita yang mulia dan rajin beribadah, menyantuni para yatim dan para janda". Kemudian beliau berkata: "Rasulullah Shallall�hu 'alaihi wa sallam bersabda kepada para istrinya: 'Orang yang paling cepat menyusulku diantara kalian adalah yang paling panjang tangannya�' ".



Maka apabila kami berkumpul sepeninggal beliau, kami mengukur tangan kami di dinding untuk mengetahui siapakah yang paling panjang tangannya di antara kami. Hal itu kami lakukan terus hingga wafatnya Zainab binti Jahsy, kami tidak mendapatkan yang paling panjang tangannya di antara kami. Maka ketika itu barulah kami mengetahui bahwa yang di maksud dengan panjang tangan adalah sedekah. Adapun Zainab bekerja dengan tangannya menyamak kulit kemudian dia sedekahkan di jalan Allah. Ajal menjemput beliau pada tahun 20 hijriyah pada saat berumur 53 tahun. Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab turut menyalatkan beliau. Penduduk Madinah turut mengantar jenazah Ummul Mukminin, Zainab binti Jahsy hingga ke Baqi'. Beliau adalah istri Rasulullah Shallall�hu 'alaihi wa sallam yang pertama kali wafat setelah wafatnya Rasulullah Shallall�hu 'alaihi wa sallam, semoga Allah merahmati wanita yang paling mulia dalam hal wali dan wakil, dan yang paling panjang tangannya.
Read Post | comments

Hindun - Ummu Salamah

Beliau adalah Hindun binti Abi Umayyah bin Mughirah al-Makhzumiyah al-Qursyiyah. Bapaknya adalah putra dari salah seorang Quraisy yang diperhitungkan (disegani) dan terkenal dengan kedermawanannya. Ayahnya dijuluki sebagai "Zaad ar-Rakbi " yakni seorang pengembara yang berbekal. Dijuluki demikian karena apabila dia melakukan safar (perjalanan) tidak pernah lupa mengajak teman dan juga membawa bekal bahkan ia mencukupi bekal milik temannya. Adapun ibu beliau bernama 'Atikah binti Amir bin Rabi'ah al-Kinaniyah dari Bani Farras yang terhormat.



Disamping beliau memiliki nasab yang terhormat ini beliau juga seorang wanita yang berparas cantik, berkedudukan dan seorang wanita yang cerdas.Pada mulanya dinikahi oleh Abu Salamah Abdullah bin Abdil Asad al-Makhzumi, seorang shahabat yang agung dengan mengikuti dua kali hijrah. Baginya Ummu Salamah adalah sebaik-baik istri baik dari segi kesetiaan, kata'atan dan dalam menunaikan hak-hak suaminya. Dia telah memberikan pelayanan kepada suaminya di dalam rumah dengan pelayanan yang menggembirakan. Beliau senantiasa mendampingi suaminya dan bersama-sama memikul beban ujian dan kerasnya siksaan orang-orang Quraisy. Kemudian beliau hijrah bersama suaminya ke Habasyah untuk menyelamatkan diennya dengan meninggalkan harta, keluarga, kampung halaman dan membuang rasa ketundukan kepada orang-orang zhalim dan para thagut. Di bumi hijrah inilah Ummu Salamah melahirkan putranya yang bernama Salamah.



Bersamaan dengan disobeknya naskah pemboikotan (terhadap kaum muslimin dan kaumnya Abu Thalib) dan setelah masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muthallib dan Umar bin Khaththab radhiallaahu 'anhuma , kembalilah sepasang suami-isteri ini ke Mekkah bersama shahabat yang lainnya. Kemudian manakala Nabi mengizinkan bagi para shahabatnya untuk hijrah ke Madinah setelah peristiwa Bai'atul Aqabah al-Kubra, Abu Salamah bertekad untuk mengajak anggota keluarganya berhijrah. Ummu Salamah adalah wanita pertama yang memasuki Madinah dengan sekedup unta sebagaimana beliau juga pernah mengikuti rombongan pertama yang hijrah ke Habasyah. Selama di Madinah beliau sibuk mendidik anaknya - inilah tugas pokok bagi wanita - dan mempersiapkan sesuatu sebagai bekal suaminya untuk berjihad dan mengibarkan bendera Islam. Abu Salamah mengikuti perang Badar dan perang Uhud. Pada Perang Uhud inilah beliau terkena luka yang parah. Beliau terkena panah pada begian lengan dan tinggal untuk mengobati lukanya hingga merasa sudah sembuh.



Selang dua bulan setelah perang Uhud, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam mendapat laporan bahwa Bani Asad merencanakan hendak menyerang kaum muslimin. Kemudian beliau memanggil Abu Salamah dan mempercayakan kepadanya untuk membawa bendera pasukan menuju "Qathn", yakni sebuah gunung yang berpuncak tinggi disertai pasukan sebanyak 150 orang. Di antara mereka adalah 'Ubaidullah bin al-Jarrah dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Abu Salamah melaksanakan perintah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk menghadapi musuh dengan antusias. Beliau menggerakkan pasukannya pada gelapnya subuh saat musuh lengah. Maka usailah peperangan dengan kemenangan kaum muslimin sehingga mereka kembali dalam keadaan selamat dan membawa ghanimah. Disamping itu, mereka dapat mengembalikan sesuatu yang hilang yakni kewibawaan kaum muslimin tatkala perang Uhud. Pada pengiriman pasukan inilah luka yang diderita oleh Abu Salamah pada hari Uhud kembali kambuh sehingga mengharuskan beliau terbaring ditempat tidur sampai akhirnya meninggal.



Ummu Salamah menghadapi ujian tersebut dengan hati yang dipenuhi dengan keimanan dan jiwa yang diisi dengan kesabaran beliau pasrah dengan ketetapan Allah dan qadar-Nya. Ketika telah habis masa iddahnya, ada beberapa shahabat-shahabat utama yang bermaksud untuk melamar beliau. Inilah kebiasaan kaum muslimin dalam menghormati saudaranya, yakni mereka manjaga istrinya apabila mereka terbunuh di medan jihad. Akan tetapi Ummu Salamah menolaknya. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam turut memikirkan nasib wanita yang mulia ini; seorang wanita mukminah, jujur, setia dan sabar. Beliau melihat tidak bijaksana rasanya apabila dia dibiarkan menyendiri tanpa seorang pendamping.



Pada saat Ummu Salamah sedang menyamak kulit, Rasulullah datang dan meminta izin kepada Ummu Salamah untuk menemuinya. Beliau diambilkan sebuah bantal sebagai tempat duduk bagi Nabi. Maka Nabi pun duduk dan melamar Ummu Salamah. Tatkala Rasulullah selesai berbicara, Ummu Salamah hampir-hampir tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Dia berkata:"Marhaban ya Rasulullah, bagaimana mungkin aku tidak mengharapkan anda ya Rasulullah�hanya saja saya adalah seorang wanita yang pencemburu, maka aku takut jika engkau melihat sesuatu yang tidak anda senangi dariku maka Allah akan mengadzabku, lagi pula saya adalah seorang wanita yang telah lanjut usia dan saya memiliki tanggungan keluarga. Maka Rasulullah bersabda:"Adapun alasanmu bahwa engkau adalah wanita yang telah lanjut usia, maka sesungguhnya aku lebih tua darimu dan tiadalah aib manakala dikatakan dia telah menikah dengan orang yang lebih tua darinya. Mengenai alasanmu bahwa engkau memiliki tanggungan anak-anak yatim, maka semua itu menjadi tanggungan Allah dan Rasul-Nya. Adapun alasanmu bahwa engkau adalah wanita pencemburu, maka aku akan berdo'a kepada Allah agar menghilangkan sifat itu dari dirimu. Maka jadilah Ummu Salamah sebagai Ummul mukminin. Beliau hidup dalam rumah tangga nubuwwah yang telah ditakdirkan untuknya dan merupakan suatu kedudukan yang beliau harapkan. Beliau menjaga kasih sayang dan kesatuan hati bersama para ummahatul mukminin.



Ummu Salamah adalah seorang wanita yang cerdas dan matang dalam memahami persoalan dengan pemahaman yang baik dan dapat mengambil keputusan dengan tepat pula. Hal itu ditunjukkan pada peristiwa Hudaibiyah manakala Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam memerintahkan para shahabatnya untuk menyembelih qurban selepas terjadinya perjanjian dengan pihak Quraisy. Namun ketika itu, para shahabat tidak mengerjakannya karena sifat manusiawi mereka yang merasa kecewa dengan hasil perjanjian Hudaibiyah yang banyak merugikan kaum muslimin. Berulangkali Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam memerintahkan mereka akan tetapi tetap saja tak seorangpun mau mengerjakannya. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam masuk menemui Ummu Salamah dalam keadaan sedih dan kecewa. Beliau ceritakan kepada Ummu Salamah perihal kaum muslimin yang tidak mau mengerjakan perintah beliau. Maka Ummu Salamah berkata:"Wahai Rasulullah apakah anda menginginkan hal itu?. Jika demikian, maka silahkan anda keluar dan jangan berkata sepatah katapun dengan mereka sehingga anda menyembelih unta anda, kemudian panggillah tukang cukur anda untuk mencukur rambut anda (tahallul).



Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam menerima usulan Ummu Salamah. Maka beliau berdiri dan keluar tidak berkata sepatah katapun hingga beliau menyembelih untanya. Kemudian beliau panggil tukang cukur beliau dan dicukurlah rambut beliau. Manakala para shahabat melihat apa yang dikejakan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam, maka mereka bangkit dan menyembelih kurban mereka, kemudian sebagian mereka mencukur sebagian yang lain secara bergantian. Hingga hampir-hampir sebagian membunuh sebagian yang lain karena kecewa. Setelah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam menghadap Ar-Rafiiqul A'la, maka Ummul Mukminin, Ummu Salamah senantiasa memperhatikan urusan kaum muslimin dan mengamati peristiwa-peristiwa yang terjadi. Beliau selalu andil dengan kecerdasannya dalam setiap persoalan untuk menjaga lurusnya umat dan mencegah mereka dari penyimpangan, terlebih lagi terhadap para penguasa dari para Khalifah maupun para pejabat. Beliau singkirkan segala kejahatan dan kezhaliman terhadap kaum muslimin, beliau terangkan kalimat yang haq dan tidak takut terhadap celaan dari orang yang suka mencela dalam rangka melaksanakan perintah Allah. Tatkala tiba bulan Dzulqa'dah tahun 59 H/676 M, ruhnya menghadap Sang Pencipta sedangkan umur beliau sudah mencapai 84 tahun. Beliau wafat setelah memberikan contoh kepada wanita dalam hal kesetiaan, jihad dan kesabaran.
Read Post | comments

Zainab binti Khuzaimah

Nama lengkapnya Zainab binti Khuzaimah bin Harist bin Abdillah bin Amru bin Abdi Manaf bin Hilal bin Amir binSha'shaah al-Hilaliyah. Ibunya bernama Hindun binti Auf bin Harist bin Hamathah. Beliau termasuk dari keluarga yang disegani. Lahir tahun ke 13 sebelum kenabian. Sejak masa jahiliyah sebelum masuk Islam Beliau sudah terkenal dengan gelar Ummul Masakin (ibu orang-orang miskin). Zainab binti Khuzaimah termasuk kelompok orang pertama masuk Islam dari kalangan wanita. Yang mendorong masuk Islam adalah akal dan pikirannya yang baik, menolak syirik dan penyembahan berhala.



Rasulullah menikahi beliau karena ingin melindungi dan meringankan beban kehidupan yang dialaminya. Hati Rasulullah mejadi luluh melihat beliau menjanda, sementara sejak kecil beliau dikenal kelemah lembutannya terhadap orang miskin. Zainab menikah dan hidup bersama dengan Rasulullah tidak lebih dari semasa satu tahun dan meninggal di usia relatuf masih muda kurang dari 30 tahun, ketika Nabi masih hidup pada tahun 1 H. Rasulullah sendiri menshalatkannya dan Zainab lah yang pertama kali dimakamkan di Baqi
Read Post | comments

Hafshah binti Umar

Beliau adalah Hafsah putri dari Umar bin Khaththab, seorang shahabat agung yang melalui perantara beliau-lah Islam memiliki wibawa. Hafshoh adalah seorang wanita yang masih muda dan berparas cantik, bertaqwa dan wanita yang disegani. Pada mulanya beliau dinikahi salah seorang shahabat yang mulia bernama Khunais bin Khudzafah bin Qais As-Sahmi Al-Quraisy yang pernah berhijrah dua kali, ikut dalam perang Badar dan perang Uhud namun setelah itu beliau wafat di negeri hijrah karena sakit yang beliau alami waktu perang Uhud. Beliau meninggalkan seorang janda yang masih muda dan bertaqwa yakni Hafshoh yang ketika itu masih berumur 18 tahun.



Umar benar-benar merasakan gelisah dengan adanya keadaan putrinya yang menjanda dalam keadaan masih muda dan beliau masih merasakan kesedihan dengan wafatnya menantunya yang dia adalah seorang muhajir dan mujahid. Beliau mulai merasakan kesedihan setiap kali masuk rumah melihat putrinya dalam keadaan berduka. Setelah berfikir panjang maka Umar berkesimpulan untuk mencarikan suami untuk putrinya sehingga dia dapat bergaul dengannya dan agar kebahagiaan yang telah hilang tatkala dia menjadi seorang istri selama kurang lebih enam bulan dapat kembali.



Akhirnya pilihan Umar jatuh pada Abu Bakar Ash Shidiq orang yang paling dicintai Rasulullah karena Abu Bakar dengan sifat tenggang rasa dan kelembutannya dapat diharapkan membimbing Hafshoh yang mewarisi watak bapaknya yakni bersemangat tinggi dan berwatak tegas. Maka segeralah Umar menemui Abu Bakar dan menceritakan perihal Hafshoh berserta ujian yang menimpa dirinya yakni berstatus janda. Sedangkan ash-Shiddiq memperhatikan dengan rasa iba dan belas kasihan. Kemudian barulah Umar menawari Abu Bakar agar mau memperistri putrinya. Dalam hatinya dia tidak ragu bahwa Abu Bakar mau menerima seorang yang masih muda dan bertaqwa, putri dari seorang laki-laki yang dijadikan oleh Allah penyebab untuk menguatkan Islam. Namun ternyata Abu Bakar tidak menjawab. Maka berpalinglah Umar dengan membawa kekecewaan hatinya yang hampir dia tidak percaya . Kemudian dia menuju rumah Utsman bin Affan yang mana ketika itu istri beliau yang bernama Ruqqayah binti Rasulullah telah wafat karena sakit yang dideritanya.



Umar menceritakan perihal putrinya kepada Utsman dan menawari agar mau menikahi putrinya, namun beliau menjawab: "Aku belum ingin menikah saat ini". Semakin bertambahlah kesedihan Umar atas penolakan Utsman tersebut setelah ditolak oleh Abu Bakar. Dan beliau merasa malu untuk bertemu dengan salah seorang dari kedua shahabatnya tersebut padahal mereka berdua adalah kawan karibnya dan teman kepercayaannya yang faham betul tentang kedudukannya. Kemudian beliau menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam dan mengadukan keadaan dan sikap Abu Bakar maupun Utsman. Maka tersenyumlah Rasulllah Shallallaahu 'alaihi wa sallam seraya berkata : "Hafshoh akan dinikahi oleh orang yang lebih baik dari Abu Bakar dan Utsman sedangkan Ustman akan menikahi wanita yang lebih baik daripada Hafshoh (yaitu putri beliau Ummu Kultsum radhiallaahu 'anha-red)"



Wajah Umar bin Khaththab berseri-seri karena kemuliaan yang agung ini yang mana belum pernah terlintas dalam angan-angannya. Hilanglah segala kesusahan hatinya, maka dengan segera dia menyampaikan kabar gembira tersebut kepada setiap orang yang dicintainya sedangkan Abu Bakar adalah orang yang pertama kali beliau temui. Maka tatkala Abu Bakar melihat Umar dalam keadaan gembira dan suka cita maka beliau mengucapkan selamat kepada Umar dan meminta maaf kepada Umar sambil berkata "janganlah engkau marah kepadaku wahai Umar karena aku telah mendengar Rasulullah menyebut-nyebut Hafshoh. Hanya saja aku tidak ingin membuka rahasia Rasulullah, seandainya beliau menolak Hafshoh maka pastilah aku akan menikahinya. Maka Madinah mendapat barokah dengan indahnya pernikahan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam dengan Hafshoh binti Umar pada bulan Sya'ban tahun ketiga Hijriyah. Begitu pula barokah dari pernikahan Utsman bin Affan dengan Ummu Kultsum binti Muhammad pada bulan Jumadil Akhir tahun ketiga Hijriyah juga.



Begitulah, Hafshoh bergabung dengan istri-istri Rasulullah dan Ummahatul mukminin yang suci. Di dalam rumah tangga Nubuwwah ada istri selain beliau yakni Saudah dan Aisyah. Maka tatkala ada kecemburuan beliau mendekati Aisyah karena dia lebih pantas dan lebih layak untuk cemburu. Beliau senantiasa mendekati dan mengalah dengan Aisyah mengikuti pesan bapaknya (Umar) yang berkata: "Betapa kerdilnya engkau bila dibanding dengan Aisyah dan betapa kerdilnya ayahmu ini apabila dibandingkan dengan ayahnya".



Hafshoh pernah merasa bersalah karena menyebabkan kesusahan dan penderitaan Nabi dengan menyebarkan rahasianya namun akhirnya menjadi tenang setelah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam memaafkan beliau. Kemudian Hafshoh hidup bersama Nabi dengan hubungan yang harmonis sebagai seorang istri bersama suaminya. Manakala Rasul yang mulia menghadap ar-Rafiiq al-A'la dan Khalifah dipegang oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, maka Hafshoh- lah yang dipercaya diantara Ummahatul Mukminin termasuk Aisyah didalamnya, untuk menjaga mushaf Al-Qur'an yang pertama. Hafshoh radhiallaahu 'anha mengisi hidupnya sebagai seorang ahli ibadah dan ta'at kepada Allah, rajin shaum dan juga shalat, satu-satunya orang yang dipercaya untuk menjaga keamanan dari undang-undang umat ini, dan kitabnya yang paling utama yang sebagai mukjizat yang kekal, sumber hukum yang lurus dan 'aqidahnya yang utuh.



Ketika ayah beliau yang ketika itu adalah Amirul mukminin merasakan dekatnya ajal setelah ditikam oleh Abu Lu'lu'ah seorang Majusi pada bulan Dzulhijjah tahun 13 hijriyah, maka Hafshoh adalah putri beliau yang mendapat wasiat yang beliau tinggalkan. Hafshoh wafat pada masa Mu'awiyah bin Abu Sufyan radhiallaahu 'anhu tahun 45 H setelah memberikan wasiat kepada saudaranya yang bernama Abdullah dengan wasiat yang diwasiatkan oleh ayahnya radhiallaahu 'anhu. Semoga Allah meridhai beliau karena beliau telah menjaga al-Qur'an al- Karim dan beliau adalah wanita yang disebut Jibril sebagai Shawwamah dan Qawwamah (Wanita yang rajin shaum dan shalat) dan bahwa beliau adalah istri Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam di surga.
Read Post | comments

Aisyah binti Abu Bakar

Aisah adalah putri Abu Bakar sahabat dekat Rasulullah, Dia dipersunting Nabi SAW pada tahun 2 H dan satu-satunya istri Nabi SAW yang dinikahinya sewaktu perawan. Dia adalah istri yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Nabi. Dia juga termasuk wanita cerdas dan paling pakar dalam ilmu agama dan etika. Wafat tahun 58 H di Madinah dan dimakamkan di Baqi.



Aisah lahir di Mekkah 614 Masehi, delapan tahun sebelum permulaan zaman Hijrah. Orang tuanya sudah memeluk agama Islam. Sejak kecil Aisah telah dididik sesuai dengan tradisi paling mulia dan dengan sempurna dipersiapkan dan diberinya hak penuh untuk kemudian menduduki tempat yang mulia. Ia menjadi istri Nabi selama sepuluh tahun. Masih muda sewaktu dinikahkan dengan Nabi, tetapi ia memiliki kemampuan sangat baik sehingga dapat menyesuaikan diri dengan tugas barunya.



Kehadirannya membuktikan bahwa ia seorang yang cerdas dan setia, dan sebagai istri, sangat mencintai tokoh dermawan paling besar bagi umat manusia. Di seluruh dunia, ia diakui sebagai pembawa riwayat paling otentik bagi dari ajaran Islam seperti apa yang telah disunahkan oleh suaminya. Ia di anugerahi ingatan yang sangat tajam, dan mampu mengingat segala pertanyaan yang diajukan para tamu wanita kepada Nabi, serta juga mengingat segenap jawaban yang diberikan oleh Nabi.



Diingatnya secara sempurna semua kuliah yang diberikan Nabi kepada para delegasi dan jemaah di masjid. Karena kamar Aisyah itu bersebelahan dengan masjid, dengan cermat dan tekun ia mendengarkan dakwah, kuliah, dan diskusi Nabi dengan para sahabat dan orang-orang lain. Ia mengajukan juga pertanyaan-per tanyaan kepada Nabi tentang soal-soal yang sulit dan rumit sehubungan dengan ajaran agama baru itu. Hal-hal inilah yang menyebabkan ia menjadi ilmuwan dan periwayat yang paling besar dan paling otentik bagi sunnah Nabi dan ajaran Islam.



Aisyah tidak ditakdirkan hidup bersama-sama dengan Nabi untuk waktu yang lama. Pernikahannya itu berlangsung hlanya sepuluh tahun saja. Tahun 11 Hijrah, 632 Masehi, Nabi wafat dan dimakamkan di kamar yang dihuni Aisyah. Nahi digantikan oleh seorang sa eaimt yang setia, Abu Bakar, sebagai khalifah islam yang pertama. Aisyah terus menduduki urutan kesatu, dan setelah Fatima meninggai dunia di tahun 11 Hijrah, Aisyah dianggap sebagai wanita yang paling penting di dunia Islam. Tetapi ayahnya, Abu Bakar, tidak berumur panjang. Ia meninggal dunia dua setengah tahun setelah wafat Nabi. Selama kekuaslan Umar al-Faruq, halifah yang kedua, Aisyah menduduki posisi sebagai ibu utama di seluruh daerah-daerah Islam yang secara cepat makin meluas. Orang datang untuk meminta nasihat-nasihatnya yang bijaksana tentang segala hal yang penting.



Umar terbunuh dan kemudian Khalifah Usman. Dua peristiwa kesyahidan tersebut telah mengguncang sendi-sendi negara baru itu, dan menjurus kepada perpecahan yang tragis di kalangan umat Islam. Keadaan itu sangat merugikan agama yang sedang menyebar luas dan berkembang dengan cepat, yang pada waktu itu telah menjalar sampai ke batas pegunungan Atlas di sebelah Barat, dan ke puncak-puncak Hindu Kush di sebelah Timur.



Aisyah tidak dapat tinggal diam sebagai penonton dalam menghadapi oknum-oknum pemecah-belah itu. Dengan sepenuh hati ia membela mereka yang menuntut balas atas kesyahidan khalifah yang ketiga. Di dalam Perang Unta, suatu pertempuran melawan Ali, khalifah yang keempat, pasukan Aisyah kalah dan ia terus mundur ke Medina di bawah perlindungan pengawal yang diberikan oleh putra khalifah sendiri. Beberapa orang sejarawan yang menaruh minat terhadap peristiwa itu, baik yang Muslim maupun yang bukan, memberikan kritik kepada Aisyah dalam pertempuran melawan Ali. Tetapi tidak seorang pun yang meragukan kesungguhan hati dan keyakinan Aisyah untuk menuntut balas bagi darah Usman.



Aisyah menyaksikan berbagai perubahan yang dialami oleh Islam selama tiga puluh tahun kekuasaan khalifah yang saleh. Ia meninggal dunia tahun 678 Masehi. Ketika itu kekuasaan berada di tangan Muawiyah. Penguasa ini amat takut kepada Aisyah dengan kritik-kritiknya yang pedas berkenaan dengan negara Islam yang secara politis sedang berubah itu.



Ibu Utama agama Islam ini terkenal dengan bermacam ragam sifatnya kesalehannya, umurnya, kebijaksanaannya, kesederhanaannya, kemurahan hatinya, dan kesungguhan hatinya untuk menjaga kemurnian riwayat sunnah Nabi. Kesederhanaan dan kesopanannya segera menjadi obor penyuluh bagi wanita Islam sejak waktu itu juga. Ia menghuni ruangan yang berukuran kurang dari 12 X 12 kaki bersamasama dengan Nabi. Ruangan itu beratap rendah, terbuat dari batang dan daun kurma, diple ster dengan lumpur. Pintunya cuma satu, itu pun tanpa daun pintu, dan hanya ditutup dengan secarik kain yang digantungkan di atasnya. Selama masa hidup Nabi, jarang Aisyah tidak kekurangan makan. Pada malam hari ketika Nabi mengembuskan napasnya yang terakhir, Aisyah tidak nempunyai minyak



Waktu Khalifah Umar berkuasa, istri dan beberapa sahabat Nabi mendapatkan lunjangan yang cukup besar tiap bulannya. Aisyah jarang menahan uang atau pemberian yang diterimanya sampai keesokan harinya, karena semuanya itu segera dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkannya. Pada suatu hari di bulan Ramadhan, waktu Abdullah ibn Zubair menyerahkan sekantung uang sejumlah satu lakh dirham, Aisyah membagikan uang itu sebelum waktu berbuka puasa. Aisyah pada zamannya terkenal sebagai orator. Pengabdiannya kepada basyarakat, dan usahanya untuk mengembangkan pengetahuan orang tentang sunnah dan fiqh, tidak ada tandingannya di dalam catatan sejarah Islam. Jika orang menemukan persoalan mengenai sunna h dan fiqh yang sukar untuk dipecahkan, soal itu akhirnya dibawa kepada Aisyah, dan kata kata Aisyah menjadi keputusan terakhir.



Kecuali Ali, Abdullah ibn Abbas dengan Abdullah ibn Umar, Aisyah juga termasuk kelompok intelektual di tahun-tahun pertama Islam. Ibu Agung Agama Islam ini mengembuskan napas yang terakhir 17 Ramadhan, 58 Hijriah (13 Juli, 678 Masehi). Kematiannya menimbulkan rasa duka terutama di Medina dan di seluruh dunia Islam. Aisyah bersama Khadijah dan Fatima az-Zahra dianggap sebagai wanita yang paling menonjol di kalangan wanita Islam. Kebanyakan para ulama menempatkan Fatima di tangga teratas, diikuti oleh Khadijah, dengan Aisyah sebagai yang terakhir. Tapi ulama ibn Hazim malah menempatkan Aisyah nomor dua sesudah Nabi Muhammad, di atas semua istri, sahabat, dan rekan-rekannya. Menurut Allama ibn Taimiya, Fatima-lah yang berada di tempat teratas, karena ia itu anak tersayang Nabi, Khadijah itu agung karena dialah ora ng pertama yang memeluk agama Islam. Tetapi, tidak seorang pun yang menandingi Aisyah mengenai peranannya dalam menyebarluaskan ajaran Nabi.
Read Post | comments

Saudah binti Zam'ah

Beliau adalah Saudah binti Zam'ah bin Qais bin Abdi Syams bin Abud Al-Quraisyiyah Al-Amiriyyah. Ibunya bernama Asy-Syamus binti Qais bin Zaid bin Amru dari bani Najjar. Beliau juga seorang Sayyidah yang mulia dan terhormat. Sebelumnya pernah menikah dengan As-Sakar bin Amru saudara dari Suhair bin Amru Al-Amiri. Suatu ketika beliau bersama delapan orang dari bani Amir hijrah meninggalkan kampung halaman dan hartanya, kemudian menyebrangi dasyatnya lautan karena ridha menghadapi maut dalalm rangka memenangkan diennya. Semakin bertambah siksaan dan intimidasi yang mereka karena mereka menolak kesesatan dan kesyirikan. Hampir-hampir tiada hentinya ujian menimpa Saudah belum usai ujian tinggal dinegeri asing (Habsyah) beliau harus kehilangan suami beliau sang muhajirin. Maka beliaupun menghadapi ujian menjadi seorang janda.



Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam menaruh perhatian yang istimewa terhadap wanita muhajirah yang beriman dan telah menjanda tersebut. Oleh karena itu tiada henti-hentinya Khaulah binti Hakim as-Salimah menawarkan Saudah untuk beliau hingga pada gilirannya beliau mengulurkan tangannya yang penuh rahmat untuk Saudah dan beliau mendampinginya dan membantunya menghadapi kerasnya kehidupan. Apalagi umurnya telah mendekati usia senja sehingga membutuhkan seseorang yang dapat menjaga dan mendampinginya.



Beliau menginginkan Aisyah akan tetapi terlebih dahulu beliau nikahi Saudah binti Zam'ah yang mana dia menjadi satu-satunya isteri beliau (setelah wafatnya Khadijah) selama tiga tahun atau lebih baru kemudian masuklah Aisyah dalam rumah tangga Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam. Orang-orang di Makkah merasa heran terhadap pernikahan Nabi dengan Saudah binti Zam'ah. Mereka bertanya-tanya seolah-olah tidak percaya dengan kejadian tersebut, seorang janda yang telah lanjut usia dan tidak begitu cantik menggantikan posisi Sayyidah wanita Quraisy dan hal itu menarik perhatian bagi para pembesar-pembesar diantara mereka. Akan tetapi kenyataan membuktikan bahwa sesungguhnya Saudah atau yang lain tidak dapat menggantikan posisi Khadijah, akan tetapi hal itu adalah, kasih sayang dan penghibur hati adalah menjadi rahmat bagi beliau penuh kasih.



Adapun Saudah radhiallaahu 'anha mampu untuk menunaikan kewajiban dalam rumah tangga Nubuwwah dan melayani putri-putri Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam dan mendatangkan kebahagiaan dan kegembiraan di hati Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam dengan ringannya ruhnya dan sifat periangnya. Setelah tiga tahun rumah tangga tersebut berjalan maka masuklah Aisyah dalam rumah tangga Nubuwwah, disusul kemudian istri-istri yang lain seperti Hafsah, Zainab, Ummu Salamah dan lain-lain. Saudah radhiallaahu 'anha menyadari bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak mengawininya dirinya melainkan karena kasihan melihat kondisinya. Dan bagi beliau hal itu telah jelas dan nyata tatkala Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam ingin menceraikan beliau dengan cara yang baik untuk memberi kebebasan kepadanya, namun Nabi nerasa bahwa hal itu akan menyakiti hatinya. Tatkala Nabi mengutarakan keinginannya untuk menceraikan beliau, maka beliau merasa seolah-olah itu adalah mimpi buruk yang menyesakkan dadanya, maka beliau merengek dengan merendahkan diri berkata: "pertahankanlah aku ya Rasulullah !demi Allah tiadalah keinginanku diperistri itu karena ketamakan saya akan tetapi hanya berharap agar Allah membangkitkan aku pada hari kiamat dalam keadaan menjadi Istrimu.



Begitulah Saudah radhiallaahu 'anha lebih mendahulukan keridhaan suaminya yang mulia, maka beliau berikan giliran beliau kepada Aisyah untuk menjaga hati Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam dan beliau radhiallaahu 'anha sudah tidak memiliki keinginan sebagaimana layaknya wanita lain. Saudah radhiallaahu 'anha tinggal dirumah tangga nubuwwah dengan penuh keridhaan dan ketenangan dan bersyukur kepada Allah yang telah menempatkan posisinya disamping sabaik-baik makhluk di dunia dan dia bersyukur kepada Allah karena mendapat gelar ummul mukminin dan menjadi istri Rasul di jannah. Akhirnya wafatlah Saudah radhiallaahu 'anha pada akhir pemerintahan Umar bin Khattab radhiallaahu 'anha tahun 23 H/643 M. Ummul mukminin Aisyah radhiallaahu 'anha senantiasa mengenang dan mengingat perilaku beliau dan terkesan akan keindahan kesetiaannya. Aisyah berkata: "Tiada seorang wanitapun yang paling aku sukai agar aku memiliki sifat seperti dia melebihi Saudah binti Zam'ah tatkala berusia senja yang mana dia berkata: "Ya Rasulullah aku hadiahkan kunjungan anda kepadaku untuk Aisyah hanya saja beliau berwatak keras".
Read Post | comments
 
© Copyright Tokoh Ternama All Rights Reserved.